REMBANG – Era digital kini semakin menunjukkan kedigdayaannya. Kita sudah tidak dalam posisi menghindarinya lagi. Begitu banyak sendi kehidupan kita yang makin tak bisa menghindar dari peran dunia digital. Sejak dari bangun tidur, banyak yang sudah terbiasa pencet Go Food atau Grab Food untuk carikan sarapan kita. Sarapan bisa diantar dan bayar belakangan.
Berikutnya, mau ngantor, praktis naik Grab motor atau mobil. Mudah, murah, cepat. ”Kalau tidak ngantor? Kita work from home. Bisa rapat dengan teman kantor pakai aplikasi zoom meeting atau beragam aplikasi yang memudahkan kita diskusi bersama di lokasi berbeda,” ujar Aziz Nasution, pemred Chanell 99.id, saat tampil mengawali webinar literasi digital untuk masyarakat Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, 30 Juni lalu.
Dalam diskusi virtual bertopik ”Penggunaan Teknologi Digital, Interaksi Sosial dan Budaya” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan diikuti ratusan peserta seantero Rembang itu, Aziz tampil seru bersama beberapa pembicara. Dipandu moderator Fikri Hadil, tampil pula sebagai pembicara Jota Eko Hapsoro (founder dan CEO Jogjania.com), M. Dzaky Riana (praktisi digital marketing Instanesia.id), Rika Iffati Farihah (founder dan tim redaksi Neswa.id) serta pemenang AMMI Award Jevin Julian yang tampil sebagai key opinion leader.
Kemajuan teknologi digital memang makin memudahkan begitu banyak pekerjaan manusia saat ini, didukung kemajuan penyampaian pesan yang makin cepat. ”Dulu era SMS, kita masih berkirim teks saja. Lanjut zaman Blackberry, menjadi teks bergambar. Dan kini, di era android, kita sudah bisa kirim teks, foto hingga video bergerak yang lebih lengkap dan cepat disebarluaskan. Banyak orang bisa menerima pesan atau menonton video yang kita kirim secara bersamaan di wilayah yang berbeda. Jelas, ini mempengaruhi perilaku budaya dan interaksi sosial masyarakat,” kata Dzaky Riana.
Memang, sudah tak bisa dihindari lagi kehadiran teknologi digital. Buat masyarakat yang belum cakap digital, sudah tak perlu bersikap antipati atau menolak. Dalam keluarga, selalu hadir kaum muda, generasi milenia, yang selalu mampu dan lebih cakap digital.
Menurut Jota Eko Hapsoro, menjadi peran dan tanggung jawab kaum milenial untuk menjadi guru cakap digital, mengajari lingkungan sosialnya agar lebih cakap digital. Minimal bisa menjadi pribadi mandiri. ”Kini, bayar pajak, bayar listrik, pesan makanan dan belanja yang banyak diskonnya di toko digital, bisa bayar di rumah. Ibu dan tante yang gaptek mesti diajari agar bisa lincah memanfaatkannya. Dengan begitu, secara sosial dan budaya baru mereka tak tertinggal. Itu sudah jadi risiko perubahan zaman,” papar Jota.
Namun memang semua perubahan, selain ditujukan untuk kemanfaatan yang positif, tidak sedikit risiko negatifnya. Begitu pun teknologi digital. Ancaman beragam kejahatan digital yang memanfaatkan kecerobohan kita dalam membagi data pribadi di perangkat smartphone, membuat kita bisa jadi korban beragam kejahatan digital.
”Banyak yang sudah menjadi korban. Sepanjang tahun 2020 saja, sudah 1.600 kasus dengan kerugian Rp 49 miliar, baik itu membobol rekening bank, penipuan jual beli, ditransfer pembelian tapi barang tak dikirim, dan yang tak kalah ngeri ancaman dengan senjata pergaulan yang salah,” jelas Jota.
Maksudnya? Jota bercerita, banyak kasus penipuan yang sering berulang. Misalnya, penipu memasang foto cowok ganteng atau berseragam tentara yang bukan data aslinya untuk merayu cewek dalam pertemanan di Facebook atau Instagram. Begitu sudah berteman intens, meski digital bisa membujuk dan mengajak foto tak senonoh. ”Nah, foto itulah yang kemudian dijadikan bahan untuk memeras dengan ancaman menyebarkannya, kecuali ditransfer sejumlah uang,” urai Jota.
Ini efek budaya dan interaksi sosial yang negatif dari kemajuan digital yang mesti dijaga oleh segenap anggota keluarga. Rika Iffati mengingatkan, dampingi anak remaja kita saat mengakses ponselnya. Ajak diskusi konten apa saja yang bisa ditonton, dan beri pengertian untuk menyeleksi pertemanan di beberapa platform digitalnya. ”Jangan mudah memberikan data pribadi, alamat rumah, nomor hape dan data pribadi pada orang yang baru kenal pada anak remaja kita,” ujarnya.
Anak jangan dilarang, lanjut Rika, karena justru akan menimpulkan respon yang makin membuat kita susah mengontrol mereka. Jadilah teman diskusi dan, mau tak mau, kita yang tua mesti selalu meng-upgrade dan menambah skill digital agar bisa mengimbangi kecakapan digital anak. ”Orangtua sekarang tak boleh gaptek lagi. Semua mesti cakap digital,” cetus Rika, memungkasi diskusi. (*)