DEMAK – Tantangan pelaksanaan pendidikan daring adalah menanamkan pendidikan karakter terhadap anak didik. Sebab membangun karakter tidak bisa hanya disampaikan melalui ucapan dan tulisan saja, tetapi perlu ada teladan atau panutan. Tema tersebut dibahas dalam webinar yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Rabu (1/9/2021). Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Nasional Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang dilaksanakan untuk meningkatkan kecakapan masyarakat dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Diskusi virtual pada siang ini dipandu oleh Triwi Dyatmoko (entertainer) serta menghadirkan empat narasumber: Imam Wicaksono (CEO Sempulur Craft), Sunoto (Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah II), Wicaksono (konsultan komunikasi dan media sosial), dan Kusfitriya Martyasih (Ketua Komunitas Rumah Kita). Hadir pula Anda Denayu (content creator) sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber menyampaikan materi diskusi dengan pendekatan empat pilar literasi digital: digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety.
Setelah diawali dengan sambutan oleh
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang membahas pentingnya melakukan literasi digital, Imam Wicaksono melalui paparannya menjelaskan bahwa kebijakan pembelajaran daring terbukti memberikan berbagai dampak positif. Di antaranya metode pembelajaran yang lebih variatif, pendidik dan murid menjadi peka terhadap penggunaan teknologi, dan orangtua menjadi lebih banyak terlibat kolaborasi dengan guru dan anak didik.
Menurut Imam, pembelajaran daring membutuhkan pembiasaan, namun kaitannya dengan pendidikan karakter tidak dapat dilakukan secara daring karena anak perlu memiliki keteladanan. Di ranah digital, membiasakan untuk menanamkan pendidikan karakter membutuhkan kolaborasi guru dan orangtua sebagai panutan. Dan menanamkan etika dalam pembelajaran daring merupakan pondasi dalam memberikan pendidikan karakter.
“Dalam pembelajaran online, ada adab dan etika yang harus diterapkan. Bagi siswa disiplin waktu dan kehadiran di ruang kelas adalah salah satu etika belajar. Ini mungkin dianggap sepele, tapi penting agar belajar daring siap dengan matang. Lalu, berpakaian yang sopan dan rapi merupakan bentuk hormat kepada guru. Serta yang cukup penting adalah sopan dalam lisan dan tulisan, di mana sopan menjadi goal dalam mencapai pendidikan karakter yang baik,” jelas Imam Wicaksono kepada 260-an peserta webinar.
Imam menambahkan, etika bagi pengajar juga penting untuk memberikan contoh keteladanan. Guru harus melayani dan memfasilitasi setiap pertanyaan dan tanggapan siswa, disiplin dalam proses pembelajaran, serta memilih tempat yang baik untuk melaksanakan pengajaran.
Sementara itu, Wicaksono atau akrab disapa Ndoro Kakung menambahkan, pendidikan karakter dapat dicontohkan ketika memberikan kritik baik di dunia digital maupun di dunia nyata. “Mengkritik berkelindan dengan hak untuk berekspresi dan dijamin dalam undang-undang,” ujarnya.
Media untuk menyalurkan kritik pun
bermacam. Saat ini yang sedang ramai adalah mengkritik lewat mural atau kalau di ranah digital kritik banyak disampaikan melalui media sosial. Tapi apa pun mediumnya, kritik seyogianya disampaikan dengan tetap mencerminkan butir-butir Pancasila.
“Ketika menyampaikan kritik dengan berpegang pada nilai Pancasila, karena pada dasarnya kita menghargai sesama tanpa memandang perbedaan. Sebab substansi kritik adalah memberi masukan agar terjadi perubahan demi kebaikan, sehingga kritik harus disampaikan secara efektif dan beradab,” jelas Wicaksono.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan kritik, lanjut Wicak, di antaranya harus tahu waktu, terutama jika menyangkut isu penting. Memilih saluran atau medium yang tepat agar kritik tersampaikan. Tidak semua kritik dapat disampaikan di ruang publik ataupun media sosial, namun ada baiknya disampaikan secara personal ketika kritk disampaikan untuk orang yang dekat dengan kita.
“Yang perlu digarisbawahi adalah kritiklah tindakan atau kebijakan, bukan mengkritik kepribadian, kekurangan atau kelemahan fisik. Sebab, tidak ada hubungannya tampilan fisik dengan kebijakan yang dibuat. Sampaikan kritik dengan kata yang sopan, bukan berupa penghinaan atau menjelek-jelekkan seseorang. Jika menemui perbedaan pendapat, dengarkan dan hargai penjelasan orang yang dikritik karena mungkin saja ada alasan atau latar belakang di balik kebijakan yang belum diketahui umum,” pungkas Ndoro Kakung. (*)