BOYOLALI – Wacana ’Merdeka Belajar’ telah digagas oleh Mendikbud Nadiem Makarim. Konsep tersebut menjadi sangat pas ketika pembelajaran jarak jauh mulai diberlakukan karena pandemi Covid-19. Peserta didik dituntut untuk lebih mandiri dengan pilihan metode belajarnya, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator yang mendukung proses belajar siswa.
Praktisi pendidikan Yuni Wahyuning mengatakan, adaptasi merdeka belajar dengan implementasi pembelajaran daring memerlukan kecakapan digital, supaya pendidik dan peserta didik dapat memanfaatkan teknologi dengan lebih optimal.
Pada pembelajaran daring, kata Yuni, prosesnya sudah didukung dengan berbagai pilihan platform yang menunjang, seperti Zoom dan Google Meet sebagai sarana tatap muka secara virtual. Lalu, media sosial seperti Youtube dan podcast menjadi pilihan pembelajaran yang dapat diakses kapan dan di mana pun.
”Model pembelajaran daring memungkinkan siswa dapat mengeksplorasi berbagai jenis informasi dan materi belajar. Model ini juga memberikan motivasi kepada siswa untuk bisa aktif secara mandiri dalam menemukan dan memecahkan permasalahan. Karena itu, siswa harus punya kemampuan literasi, sementara pendidik mampu mengintegrasikan teknologi dengan pembelajaran,” urai Yuni.
Integrasi teknologi dan pembelajaran, lanjut Yuni, dapat dikembangkan menjadi informasi, lalu merangkainya menjadi model pembelajaran baru untuk pendidik dan peserta didik, sehingga proses pembelajaran bisa selaras.
”Ada lima kunci dalam proses pembelajaran blended learning. Yakni, dengan live event atau tatap muka secara langsung, pembelajaran mandiri. Kemudian, kolaborasi guru-murid dan elemen pendidikan lainnya, sehingga terbentuk proses pembelajaran yang inovatif. Kunci berikutnya adalah asesmen, di mana guru dituntut memiliki kemampuan asesmen online, yang biasanya digunakan untuk model pembelajaran praktikum,” ujar Yuni.
Menyambung diskusi, dosen Untag Surabaya Bambang Kusbandrijo mengatakan, untuk mendukung merdeka belajar diperlukan kemampuan literasi digital yang tidak hanya cakap menggunakan teknologi, tetapi juga bijak dalam memanfaatkannya.
Kata Bambang, literasi digital dalam pembelajaran dapat menghemat waktu ketika mencari referensi di internet. Sebab, instrumen belajar kini tidak hanya menggunakan buku fisik atau kehadiran guru, tetapi bisa menggunakan buku elektronik. ”Teknologi terbukti mendukung peningkatan keterampilan. Namun, proses itu harus disertai dengan kemampuan berpikir kritis dalam menyikapi informasi. Juga, mampu memilah dan memilih informasi yang otoritatif,” tutur Bambang.
Dalam ajaran Bapak Pendidikan Ki Hadjar Dewantara, lanjut Bambang, ada tiga proses pembelajaran: asah, asih, dan asuh. Yakni, mengasah kemampuan kognitif, panca indra bekerja secara pasif dalam mengamati. Mengasah kemampuan afektif, yakni menandai, mempelajari, mencermati apa yang ditangkap panca indra, dan kemampuan psikomotorik atau asuh, yakni menirukan yang positif untuk bekal menghadapi perkembangan anak.
”Guru harus kreatif, agar siswa bisa dibimbing dan diarahkan sesuai konsep merdeka belajar. Yakni, melatih kemandirian siswa. Guru dan siswa harus kreatif menggapai pengetahuan,” cetusnya.
Sementara etik literasi digital dalam konsep merdeka belajar, menurut Bambang, guru dan siswa sadar akan ilmu pengetahuan dan teknologi, bisa adaptif dan selektif terhadap perubahan. Siswa menjadi lebih mengenal siapa dirinya, bisa memilah dan memilih informasi. Kreatif, produktif, dan inovatif dalam menemukan dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Serta dapat bersolidaritas etis dalam meraih ilmu pengetahuan. ”Di sini, guru memiliki tanggung jawab dalam proses memandirikan dan memerdekakan pembelajar dengan cakap digital dan soft skill,” pungkas Bambang.
Diskusi virtual yang diikuti 200-an peserta dan dimoderatori oleh Bobby Aulia ini juga menghadirkan narasumber lain: pendidik dari PP Alqadir Yogyakarta Ahmad Wahyu Sudrajad dan dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Aswad Ishak. Selain itu, hadir pula kreator konten Aprillia Ariesta yang menjadi key opinion leader dalam diskusi.
Kegiatan webinar Kominfo itu sendiri merupakan bagian dari Program Nasional Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital, yang diselenggarakan serentak oleh Kominfo di seluruh kabupaten/kota. Masyarakat diajak untuk memperdalam literasi digital yang meliputi digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kecakapan masyarakat dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. (*)