TEGAL – Dosen Magister Administrasi Publik (MAP) Program Pascasarjana, Universitas Ngurah Rai Denpasar Dr. Nyoman Diah Utari Dewi menuturkan, dalam dunia pendidikan sebenarnya telah memiliki rambu-rambu yang jelas untuk membantu pendidikan karakter siswa. Agar dalam diri siswa tumbuh sikap nasionalis tentang keindonesiaan yang beragam dan majemuk di era digital ini.
Nyoman merujuk Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 21 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. “Dari panduan itu, kita perlu pahami dulu bahwa pendidikan karakter turut memberi andil yang kuat dalam penanaman nilai-nilai nasionalisme pada anak didik di era digital yang penuh nilai-nilai baru saat ini,” ujar Nyoman saat menjadi pembicara dalam webinar literasi digital bertema “Pendidikan Bermutu untuk Generasi Anak Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Kamis (16/9/2021).
Dalam webinar yang diikuti 446 peserta itu, Nyoman mengatakan,
penanaman semangat kebangsaan dan pemahaman akan kebhinnekaan untuk generasi digital tak boleh dilewatkan, melainkan perlu terus digiatkan di setiap aktivitas sekolah.
Pentingnya pemahaman atas nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sejak dini bagi generasi digital ini, dinilai akan membantu anak memahami batasan kebebasan berekspresi di ruang digital. Misalnya sebagai antisipasi tidak melakukan perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik atau provokasi yang mengarah pada segregrasi sosial dan perpecahan.
“Terbentuknya polarisasi di ruang digital selama ini karena antar-pengguna tidak mampu membedakan keterbukaan informasi publik. Sehingga juga menyebabkan berbagai pelanggaran privasi di ruang digital, karena ketidakmampuan membedakan misinformasi, disinformasi dan malinformasi,” tegas Nyoman.
Lebih lanjut, Nyoman mengatakan, dengan pemahaman nilai kebangsaan dan nasionalisme sebagai warga digital di negara majemuk itu sejak dini, lambat laun akan terbentuk budaya digital. Budaya digital yang dimaksud adalah hasil olah pikir kreasi dan cipta karya berbasis teknologi internet pada diri peserta didik.
“Peserta didik akan memanfaatkan praktik digital culture secara positif melalui berbagai aktivitas seperti menggunakan medsos, berbelanja online, melakukan pembayaran digital, pendidikan online hingga WFH ini jika sudah terbentuk budaya digital yang baik,” tegasnya.
Narasumber lain dalam webinar ini, dosen Fisipol Universitas Diponegoro – Semarang Agustin Rina Herawati, memaparkan bahwa transformasi digital di sekolah perlu memperhatikan beberapa langkah. ”Salah satu langkahnya, guru perlu memahami penggunaan teknologi di dalam kelas dan menghapus paradigma bahwa ‘teknologi sulit diimplementasikan di kelas’,” kata Agustin.
Agustin mengatakan, untuk transformasi itu, guru juga perlu memberdayakan teknologi yang ada di tangannya. Tidak cuma menggunakan teknologi canggih tapi tidak paham cara penggunaannya, sehingga menjadi sia-sia. “Pimpinan sekolah sedapat mungkin mampu memberikan motivasi pada guru akan pentingnya transformasi digital dalam dunia pendidikan,” urai Agustin.
Masih menurut Agustin, untuk meningkatkan minat belajar siswa, perlu sokongan informasi dan pengetahuan yang lebih lengkap serta akses yang mudah didapat. Dalam ranah inilah guru perlu menjadi motivator, penjembatan, agar siswa tak malas dan berminat memperluas sumber-sumber pembelajaran.
Adapun Wakil Pemred Betanews.id Kholistiono menuturkan, di era serba mudah pada zaman digital ini, orangtua, siswa, dan guru juga perlu memahami faktor-faktor yang menyebabkan lemahnya keamanan digital sebagai pendukung proses pembelajaran.
Faktor-faktor itu antara lain, lemahnya literasi, akses terhadap teknologi terbatas, dan culture trust. “Tiga faktor itulah yang perlu diatasi lebih awal, sehingga dari sisi keamanan digital terjaga dan proses pembelajaran berlangsung lancar,” tegas Kholis.
Dimoderatori oleh Tommy Rumahorbo, webinar ini juga menghadirkan narasumber CEO Sempulur Craft Imam Wicaksono, serta Indira Wibowo selaku key opinion leader. (*)