GROBOGAN: Pornografi online menjadi bagian dunia hitam era digital yang perlahan merusak perkembangan generasi apabila tak diwaspadai. Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah Wahono mengungkapkan, perilaku menyimpang seperti kasus hiperseks yang marak, ditengarai turut dipicu oleh maraknya pornografi di internet.
”Lebih parah lagi, seringkali tak disadari pornografi diketahui ikut mempengaruhi proses kerusakan otak. Ini yang perlu diwaspadai generasi muda,” ujar Wahono saat menjadi pembicara dalam webinar literasi digital bertema ”Cerdas dan Bijak Berinternet: Pilah Pilih Sebelum Sebar” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (17/9/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu Wahono menjelaskan cara kerja pornografi dunia digital merusak otak generasi muda. Dimulai saat pertama kali melihat pornografi, baik dengan sengaja ataupun tidak sengaja, seseorang awalnya merasa jijik, terkejut, dan tidak nyaman.
Namun dalam momentum itu, gambar-gambar pornografi yang secara tidak sengaja masuk lewat mata sebenarnya langsung diolah oleh pusat perasaan di otak dan mendorong otak untuk memproduksi dopamin. ”Dopamin ini semacam cairan hormon yang membuat kita lebih fokus, terangsang, puas, senang dan membuat kecanduan untuk harus melihatnya lagi,” tegas Wahono.
Namun, setelah berulangkali melihat pornografi, lanjut Wahono, kemudian ia akan merasa bosan dan berkurang keinginannya untuk melihat gambar pornografi yang itu-itu saja. Dari sini, Wahono melanjutkan, ia mulai tidak peka lagi. Kemudian dalam keadaan yang sudah tidak peka terhadap gambar pornografi itu, ia akan mencoba berpindah pada gambar bergerak, video dan seterusnya.
“Pada akhirnya seorang pecandu akan sampai pada tahap akting atau melakukan sendiri inspirasi pornografi itu. Seseorang tidak dapat menahan dirinya dan melakukan perbuatan yang dilihatnya kepada apa saja, mulai binatang, barang, ataupun orang di sekitarnya,” beber Wahono.
Tak hanya pornografi. Konten digital lainnya pun berpotensi memicu cara kerja seperti pornografi, merusak otak generasi. “Misalnya kecanduan internet bisa mempengaruhi perubahan perilaku pada anak-anak,” kata Wahono. Bentuk kecilnya, pada games. Kecanduan gadget untuk bermain games rentan dialami oleh anak laki-laki. Sebab, mungkin dalam games itu anak merasa dihargai, memiliki teman di dunia maya, dan pada akhirnya menolak untuk bersosialisasi di dunia nyata.
Tak hanya itu. Kecanduan juga bisa terjadi pada aktivitas belanja online. Anak perempuan, terutama yang sudah memasuki fase remaja, juga bisa mengalami kecanduan belanja online lewat gadget atau komputer. Hal ini merupakan bentuk lain dari masalah kejiwaan, seperti gangguan obsesif-kompulsif dari media sosial.
“Kecanduan gadget untuk akses media sosial bisa dialami oleh anak perempuan, karena ditengarai anak perempuan memiliki kemampuan interaksi sosial yang baik, namun juga memiliki kebutuhan untuk diperhatikan serta mendapat pujian dari foto atau video yang diunggah,” tegas Wahono.
Menimpali diskusi, dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Unisba Rita Gani mengatakan, dalam era digital ini pengguna perlu memahami bahwa rekam jejak digital sulit dihilangkan. “Kita memiliki kendali atas jejak digital, tapi jejak digital sekaligus juga hal yang tidak dapat kita kendalikan karena berada pada pihak lain,” kata Rita.
Sementara, dosen UHN IGB Sugriwa Denpasar Dewi Bunga mengatakan, di tengah persiapan dunia menyongsong era industri 4.0 dan sektor prioritas Indonesia bersiap menghadapi era revolusi industri ke-4 atau industri 4.0, ancaman penggunaan internet masih menjadi persoalan serius untuk segera diselesaikan.
Ancaman itu meliputi hoaks, radikalisme, penipuan, pornografi, bullying, prostitusi, sinisme, SARA ujaran kebencian, dan peredaran narkoba yang kian masif. “Berbagai persoalan internet ini memicu semua pihak dapat memanfaatkan literasi digital untuk mengatasinya, dan bisa memanfaatkan internet sesuai tujuannya,” ujar Dewi.
Manfaat internet yang perlu ditekankan, lanjut Dewi, adalah bagaimana bisa menghemat waktu untuk mencari berbagai rekomendasi kapan saja dan di mana saja. ”Banyak hal yang dapat dibantu lewat aplikasi gratis di internet yang membantu kebutuhan manusia. Internet juga dapat memperluas jaringan, menambah teman baru dari berbagai wilayah dan negara melalui media sosial. Kita juga bisa belajar lebih cepat dan efisien,” jelas Dewi.
Webinar yang dimoderatori Bobby Aulia ini juga menghadirkan narasumber filmaker Zahid Asmara serta Gloria Vincentia selaku key opinion leader. (*)