SEMARANG – Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Seperti sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Kebudayaan tidak bisa dilepaskan dengan etika, karena keduanya saling melekat dan melengkapi.
“Manusia beretika akan menghasilkan budaya yang beretika,” kata dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yanti Dwi Astuti, dalam webinar literasi digital bertema ”Internet untuk Kampanye Bangga Budaya Indonesia” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (17/9/2021).
Yanti mengungkapkan, sebagai masyarakat digital pun harus mempraktikkan etika. Beberapa poin etika ini adalah cakap digital, yaitu kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak teknologi informasi dan komunikasi serta sistem operasi digital.
Kemudian juga mencakup etika digital, yaitu kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital dalam kehidupan sehari-hari.
Lalu, keamanan digital, yakni kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.
Yanti mengatakan, masyarakat pengguna digital juga harus memahami netiket di ruang digital. Di antaranya, selalu menghormati orang lain. Lalu, tidak melakukan plagiarisme. Selanjutnya, menghargai privasi orang lain, atau tidak menyebar capture percakapan privat ke arena publik atau kepada orang lain.
Di samping itu, juga selalu menghormati waktu orang lain dengan mempertimbangkan waktu ketika hendak mengirim pesan, dan tidak mengetik percakapan menggunakan huruf kapital, karena akan dianggap teriakan atau marah.
Menurut Yanti, digitalisasi budaya bisa dimulai dari diri sendiri, dengan melestarikan budaya luhur Indonesia di ruang digital. Bisa juga dengan menulis artikel di blog atau media sosial dengan mendeskripsikan budaya secara rinci dari sumber yang kredibel.
”Kenalkan budaya dengan ilustrasi yang menarik dan bagikan di media sosial. Bagikan atau pamerkan budaya kepada dunia dengan foto atau video,” ucap Yanti kepada lebih dari 400 partisipan webinar.
Narasumber lainnya, dosen Fisip Universitas Diponegoro Semarang Tri Yuningsih mengatakan, penggunaan teknologi informasi sekarang ini akan sangat bermanfaat dan efektif serta efisien bila digunakan secara baik dan tepat.
Menurut Tri, dampak positif dan negatif selalu ada di ruang digital. Untuk itu, ia berpesan agar memperhatikan dampak yang ditimbulkan sebelum membuat konten. Ia berharap, partisipasi para pengguna digital dalam memberantas dan melawan hoaks mengingat bahayanya yang bisa memecah persatuan dan kesatuan bangsa.
”Kampanye melalui internet tentang bangga budaya Indonesia harus terus digalakkan dengan cara yang positif. Kampanye juga perlu dilakukan dengan menjiwai nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika,” simpul Tri.
Dipandu moderator Ayu Perwari, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Nurul Hajar Latifah (pendidik dan aktivis Lintas Iman), Yoshe Angela (social media specialist PT Cipta Manusia Indonesia), dan kreator konten Keyeaah selaku key opinion leader. (*)