TEMANGGUNG – Sepanjang Februari hingga September 2020, jumlah penduduk Indonesia didominasi oleh usia muda. Jumlah Generasi Z atau yang lahir antara tahun 1996 hingga 2010 mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94 persen dari total seluruh populasi penduduk Indonesia.
Generasi Z yang mendominasi penggunaan teknologi digital ini juga terancam dengan adanya konten atau hal-hal negative, salah satunya perjudian. Hal itu diungkapkan oleh dosen Universitas Serang Raya, Ahmad Sururi, dalam webinar literasi digital bertema ”Problematika Perjudian Online pada Anak-anak”, yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Senin (20/9/2021).
Sururi mengungkapkan, perjudian online sendiri termasuk dalam salah satu cyber crime. ”Cyber crime adalah segala macam pengunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan atau kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital,” katanya.
Ada sejumlah perjudian online yang tersebar di dunia digital, mulai dari Roullete, Domino qiuqiu, Sic bo, Poker online, Big fish games, Blackjack, hingga Sportsbook. Sururi menyebut perlu adanya beberapa upaya untuk mencegah anak-anak terpapar dalam cyber crime atau perjudian online ini. Pertama, melakukan langkah preventif, berupa kolaborasi antara orangtua di rumah dan guru di sekolah.
”Kemampuan penggunaan digital orangtua menjadi faktor penting untuk mampu mengembangkan keterampilan dalam menganilisis, menimbang, dan meningkatkan kesadaran secara kritis terhadap anak yang mengguna media digital,” ujarnya.
Orangtua harus mengarahkan situs atau aplikasi yang cocok untuk usia anak dengan konten yang bervariasi. Lalu, membuat aturan lama waktu online berinternet dan situs-situs yang boleh atau tidak boleh dikunjungi.
Menurut Ahmad Sururi, orangtua juga jangan sampai melarang aktivitas anak ketika ingin bermain video game. Namun ketika memberikan mereka kebebasan pun harus tetap mewaspadainya.
Sementara dampak negatif anak yang terpapar perjudian online, dari sisi biologis bisa merusak fungsi kognitif. Kemudian menyebabkan depresi, kelelahan, serta sistem imun berkurang. ”Anak menjadi pemarah dan mengeluarkan kata-kata yang tak terkontrol dan tidak dapat mengendalikan sikap serta perilaku,” tuturnya.
Narasumber berikutnya, Founder Bombat Media, Pradna Paramita mengatakan, ada beberapa langkah untuk mengamankan ponsel yang dipakai anak agar terhindar dari cyber crime. Seperti dengan memakai whitelist browser yang memungkinkan pengguna mengontrol situs mana yang dapat dibuka. ”Orangtua bisa memasukkan website-website yang bisa dibuka saja,” kata dia.
Kemudian, bisa juga dengan memakai Google family link yang memiliki fitur mengawasi waktu penggunaan perangkat dan membatasi akses harian, mengunci perangkat anak dari jarak jauh, melihat aktivitas anak di ponselnya, dan melihat lokasi anak. ”Aplikasi ini juga memiliki fitur untuk mengelola akun dan aplikasi yang digunakan,” ujarnya.
Selain hal-hal teknis itu, orangtua juga harus mengasuh anak di era digital dimulai dengan berkomunikasi secara terbuka. Orangtua juga harus terus belajar untuk bisa mendampingi perkembangan anak. ”Jika orangtua sudah tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi, yang bisa dilakukan adalah bertanya kepada anak, dia sedang mengerjakan apa,” ucapnya.
Dipandu moderator Bobby Aulia, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Nurly Meilinda (dosen Fisip Universitas Sriwijaya), Mia Angelina (Deputy Head of Communication Department, Bina Nusantara University Jakarta), dan Automotive Enthusiast Ayu Rachma, selaku key opinion leader. (*)