PATI – Sebagian masyarakat Indonesia mungkin belum melupakan bagaimana cerita pahit yang dialami tim nasional bulu tangkis Indonesia saat berkompetisi dalam All England 2021 dipaksa mundur dari turnamen tersebut medio Maret 2021 silam.
Namun ada hal lain yang tak kalah menarik dari peristiwa itu yakni raibnya akun instagram resmi All England 2021 @allenglandofficial yang diduga ditutup paksa instagram karena banyak dilaporkan pengguna instagram lain. Khususnya dari netizen Indonesia yang kecewa atas diskriminasi kebijakan itu.
“Tak hanya kasus All England, saat Microsoft merilis survei yang menyebut netizen Indonesia paling tidak sopan, akun instagram Microsoft juga langsung diserbu. Jadi siapa berani melawan netizen Indonesia?” tanya anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Nuzran Joher saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema ”Bermedia Sosial yang Bijak dan Bersahabat” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (22/9/2021).
Dalam webinar yang diikuti 200-an peserta itu, Nuzran menyebut imbas survey Microsoft membuat pemerintah melalui Kominfo membentuk komite etik berinternet. Nuzran mengingatkan ada batasan kebebasan berekspresi di ruang digital. Agar netizen tidak melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana yang diatur dalam undang-undang informasi dan transaksi elektronik atau UU ITE nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
Dalam UU ITE, patut diketahui, batasan kebebasan berekspresi di ruang digital itu. Meliputi tidak melakukan perundungan yang diatur dalam pasal 27 ayat 3, anti-hoaks yang diatur dalam pasal 45 ayat 1, tidak melakukan ujaran kebencian yang diatur dalam pasal 28 ayat 2, tidak melakukan penghinaan atau pencemaran nama baik yang diatur dalam pasal 27 ayat 3, tidak melakukan cyberpornografi yang diatur dalam pasal 27 ayat 1 dan aksi kejahatan lainnya seperti penipuan online.
“Kebebasan ruang digital harus dibatasi karena di situ juga ada hak orang lain yang membatasi, selain undang-undang atau aturan yang telah mengatur untuk menciptakan ruang publik yang sehat dan kondusif,” tegas Nuzran.
Nuzran melanjutkan pengguna internet Indonesia data AP-JII 2020 menyebut ada 190 juta orang pengguna internet, yang didominasi generasi Y dan Z (sebagai digital native). “Namun ketika internet menawarkan platform komunikasi baru borderless (tanpa batas) media massa menjadi personal dan interaktif. Di sinilah sering terjadi kesenjangan antara kebebasan berekspresi di ruang publik dengan tanggung jawab kewargaan digital,” kata dia.
Tantangan modern masyarakat digital, ujar Nuzran, dipicu karena kurangnya kecakapan digital dalam menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak sehingga menimbulkan penggunaan media yang tidak optimal. Tantangan itu juga soal rendahnya etika digital yang berpeluang menciptakan ruang digital yang tidak menyenangkan karena terdapat banyak konten negatif.
“Ketika kita masih lemah budaya digital, bisa menimbulkan pelanggaran hak warga digital dan rapuhnya keamanan digital berpotensi terhadap kebocoran data pribadi,” tegas Nuzran.
Narasumber lain, Rosid Effendi menuturkan bahwa tidak semua pengakses ruang digital merupakan orang yang baik. “Karena setiap celah keamanan dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan mulai dari pencurian data hingga bentuk kerusakan sistem, maka dari itu perlu tanggung jawab individu dan peran pemerintah,” kata Rosid.
Setiap individu harus bertanggung jawab atas keamanan diri dalam dunia digital seperti memasang anti-virus, tidak menyebarkan data pribadi, tidak menggunakan wi-fi umum untuk berbagai transaksi, dan selektif dalam mengakses informasi .
Webinar ini juga menghadirkan narasumber Sekretaris PC Muslimat NU Gunung Kidul Retno Ningsih, praktisi kehumasan Akhmad Firmannamal, serta dimoderatori Ayu Pratiwi, juga Ronald Silitonga selaku key opinion leader. (*)