CILACAP – Era digital membuat arus informasi bergerak semakin cepat. Mudahnya akses internet dengan smartphone kini membuat warga masyarakat bisa menjadi jurnalis. Dengan bekal smartphone, seseorang bisa memproduksi konten informasi, foto berteks atau video bernarasi. Bisa langsung di-share dari ponselnya dan dilihat dibaca jutaan pengakses media sosial, bahkan secara realtime. Seketika.
”Berulang sudah terjadi, bila sedang berada di suatu TKP: banjir, kebakaran rumah, gunung, kecelakaan, kadang warga bisa lebih cepat memproduksi informasi dan menyebarkanya. Walau kadang tanpa kualifikasi kode etik jurnalistik, yang penting cepat dan di posisi pertama. Itulah realitas bentuk partisipasi warga dengan cara jurnalisme warga,” ujar Dr. Delly Maulana, dosen Universitas Serang Raya.
Meski kadang tidak semua informasinya bermanfaat, lanjut Delly, tapi dari konteks partisipasi, peran warga yang lebih banyak memproduksi informasi ini ke depan penting disalurkan dan didampingi agar peran partisipasi warga untuk kehidupan sosial dan bernegara dalam segala aspek bisa lebih diefektifkan sebagai bentuk kekuatan pilar kelima demokrasi.
Delly Maulana menyampaikan hal itu saat berbicara dalam webinar literasi digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Cilacap, 2 Juli 2021. Webinarnya sendiri mengusung tema ”Literasi Digital sebagai Upaya untuk Meningkatkan Partisipasi Publik”.
Delly Maulana menambahkan, peran partisipasi publik dalam memproduksi informasi sebagai bentuk turut mengawasi kinerja aparat pemerintah makin dirasa efektif karena angka pengguna smartphone saat ini sudah 64 persen dari populasi yang terakses dengan medsos. Bahkan, sudah 175 juta warga yang setiap hari menghabiskan hampir 9 jam sehari beraktivitas melalui media sosial dengan smartphone-nya.
Kini, yang menjadi tantangan tinggal bagaimana memilah informasi yang mencerahkan dan bermanfaat. Sedangkan buat warga yang memproduksi konten informasi bisa lebih cerdas dan cakap digital. Jangan pula sembarang share, karena sekarang yang baca informasi lebih banyak tanpa diedit, dan tidak memakai aturan kode etik jurnalistik.
”Makanya, saat ini kebebasan itu mesti kita kontrol bersama. Kuncinya adalah dengan bisa memproduksi konten jurnalisme yang bijak. Sehingga, peran warga masyarakat akan nyata sebagai bentuk solusi partisipasi publik yang manfaat dan efektif,” pesan Delly.
Delly Maulana tak sendiri tampil dalam diskusi yang diikuti secara daring oleh ratusan peserta dari beragam profesi seantero Cilacap. Dipandu oleh moderator Tommy Rumahorbo, tampil juga tiga pembicara lain: Aidil Wicaksono (dosen Universitas Gunadarma, yang juga fasilitator digital safety dari Kaizen Room), Oka Aditya (seorang research analyst), dan Desyanti Suka Asih (dosen UHN I Gusti Sugriwa, Denpasar). Selain itu, ikut bergabung presenter TV Oka Fahreza sebagai key opinion leader.
Aidil Wicaksono ikut urun rembuk. Dia bilang, yang harus terus ditingkatkan oleh warga produsen konten informasi di medsos adalah menjaga netiket, etika berinteraksi sosial di dunia internet, dunia maya yang borderless, tak kenal batas wilayah. Warganet mesti menyadari, konten mereka dibaca lebih banyak orang dengan beragam respons. Karenanya, buatlah dengan mengedepankan tanggung jawab, kalau itu konten bermanfaat.
”Jaga integritas dan kejujuran Anda. Jangan memproduksi konten informasi yang justru mengandung aspek penyebar kebencian, memicu ketidaknyamanan dan ketenteraman masyarakat. Ingat, para kreator konten, jangan hanya karena mengejar subscribe, like atau mengikuti tren, konten Anda justru membuat tidak memanusiakan manusia,” ujar Aidil Wicaksono.
Aidil mencontohkan. Beberapa waktu lalu ada Youtuber yang memberi bingkisan sampah buat hadiah Lebaran kepada sekelompok waria atau transgender. Itu sungguh tindakan yang tidak bermartabat dan tidak bertanggung jawab. ”Mestinya ajak mereka membuat karya, mengarahkan ke aktivitas produktif yang lebih bermanfaat dan inspiratif buat penonton. Jangan malah berniat melecehkan di ruang publik tanpa batas. Mereka juga manusia normal yang punya rasa malu. Jadi, jangan eksploitasi mereka hanya demi konten,” pesan Aidil.
Sementara itu, Oka Aditya mengatakan, dalam menampung partisipasi publik akan lebih efektif kalau saluran penyampaian aspirasinya terfokus. Pemerintah sudah membuat situs website penampungan aspirasi itu di lapor.go.id. Masyarakat bisa menumpahkan aspirasi, kritik dan masukan, serta lebih disukai bersama tawaran solusinya.
”Tentu, sampaikan dengan bahasa santun dan menjaga etika. Tunjukkan bahwa dalam menyampaikan kritik dan opini terhadap kebijakan pemerintah, kita warganet bisa santun dan bermartabat. Dengan kritik yang santun, pemerintah terbuka untuk diawasi bersama agar makin melayani dan membangun kehidupan bernegara yang makin adil dan sejahtera,” pungkas Oka Aditya. (*)