KEBUMEN – Konsep penggunaan internet atau mengakses dunia online haruslah secara bijak dan sesuai dengan etika atau norma yang berlaku, yakni tanpa membahayakan diri sendiri ataupun orang lain. Para pengguna pun harus memahami apa saja yang menjadi ancaman di dunia digital.
Founder ATSoft Technology, Mujiantok mengungkapkan beberapa hal yang bisa menjadi ancaman digital yakni identitas yang terlihat seperti nama akun platform media sosial, diskripsi pengguna, maupun identitas lain.
Kemudian data pribadi umum, berupa nama, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, tanggal lahir, pekerjaan, alamat rumah dan nomor telepon. Lalu, identitas yang tidak terlihat meliputi password, data kesehatan, biometric, genetika, keuangan, repreferensi seksual, pandangan politik, data keluarga dan lainnya.
Data-data tersebut bisa menjadi celah bagi orang-orang yang tak bertanggung jawab di ruang digital untuk melakukan kejahatan.
“Ancaman di ruang digital sendiri meliputi phising, malware, dan konten negatif,” katanya dalam webinar literasi digital dengan tema “Tips & Trik Menghindari Kejahatan di Ruang Digital” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, pada Kamis (23/9/2021).
Mujiantok mengatakan, phising merupakan kejahatan dunia digital yang menggunakan email palsu atau tersamar sebagai senjata utamanya. Adapun tujuan phising adalah untuk mengelabui korban agar percaya bahwa pesan tersebut merupakan suatu yang mereka butuhkan.
Kemudian untuk malware, merupakan perangkat lunak yang dibuat dengan sengaja untuk tujuan memasuki dan meretas sistem komputer, server, atau jaringan tanpa diketahui oleh pemilik perangkat tersebut.
Sedangkan konten negatif ialah informasi dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian pengguna.
Untuk mengantisipasi menjadi korban dalam kejahatan digital ini, menurut Mujiantok bisa dilakukan dengan beberapa cara. Semisal dengan mengetahui potensi bahaya internet, lalu mengaktifkan pengaturan privasi pada akun platform digital yang digunakan.
“Selalu berhati-hati dalam membuat suatu postingan di platform digital dan backup data yang dimiliki di ruang digital,” tegasnya.
Narasumber lainnya, CEO Viewture Creative Solution, Mohammad Adnan mengatakan penggunaan internet memiliki batasan umur agar tetap aman menggunakannya. Semisal saja dalam memakai platform media sosial, minimal harus sudah berusia 12 hingga 16 tahun. Anak-anak di usia tersebut dalam memanfaatkan situs pencarian untuk mencari informasi juga harus dengan kontrol dari orang tua atau orang terdekatnya dengan memakai aplikasi family link.
Adnan mengatakan tiak semua hasil penelusuran mesin pencari merupakan informasi yang benar, untuk itu perlu kompetensi kritis penggunanya agar dapat menyaring informasi yang diperoleh. Adapun cara mendeteksi apakah konten tersebut benar atau tidak, bisa menggunakan Google Fact Check Tools, cekfakta.com, turnbackhoax.id.
“Gunakan perangkat atau dunia digital sebagai sarana untuk belajar, maupun sebagai penambahan nilai atau migrasi efektivitas ekonomi baik dalam memproduksi, promosi maupun distribusi,” paparnya.
Dipandu moderator Dimas Satria, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Ryan Sugiarto (Dosen Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta), Ahmad fauzi (Designer dan Pengajar MTS Nur Iman Mlangi), dan Miss Taourism International 2019 & Content Creator, Astari Vern, selaku key opinion leader. (*)