KULON PROGO – Teknologi yang berkembang begitu pesat ibarat pisau bermata dua, tidak hanya membawa dampak positif tapi juga negatif. Salah satu ancaman atau dampak negatif itu bersumber dari media sosial. Melalui media sosial, para pelaku kejahatan lebih mudah melancarkan aksi pelecehan seksual dan pornografi.
Media sosial juga rawan digunakan untuk melancarkan ujaran kebencian. Berdasarkan riset UNICEF tahun 2011-2013 dengan 400 responden anak dan remaja di indonesia, 42 persen di antaranya pernah mengalami kejadian cyberbullying ketika menggunakan media sosial.
Hal tersebut dikatakan oleh Direktur Lembaga Survey IDEA Institute Indonesia, Jafar Ahmad dalam webinar literasi digital dengan tema “Melindungi Anak di Ruang Digital” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Kamis (23/9/2021).
“Dari survey itu juga diketahui 98 persen responden mengaku tahu tentang internet, dan 79,5 persen anak dan remaja adalah pengguna internet aktif,” kata Jafar di depan 530 partisipan webinar.
Jafar mengungkapkan media sosial membuka celah bagi remaja untuk menjadi korban bullying, pelecehan seksual dan perilaku menyimpang. Data dari KPAI menyebutkan dari 4.500 responden, 97 persen remaja di antaranya diketahu pernah menonton konten pornografi. Kemudian, mahasiswa yang menjadi korban pelaku kejahatan seksual 22 persen, dari kalangan siswa 31,2 persen.
Jafar mengatakan untuk melawan kejahatan seksual di media sosial salah satunya cara yakni jangan dibalas, hindari berkomunikasi dan membalas komentar berbau pelecehan seksual.
Pada kesempatan itu, Jafar juga menyampaikan tantangan di masa depan yakni berupa ketergantungan aktivitas remaja berselancar di media sosial yang dilatarbelakangi oleh kurangnya pengawasan dan perhatian dari lingkungan terdekat, khususnya keluarga. Untuk itu, peran orang tua sangat penting dalam memproteksi pengaruh negatif sosial media.
Jafar menegaskan, penggunaan sosial media yang tidak disertai pengawasan dan perhatian lingkungan sekitar akan memicu terjadinya perilaku-perilaku menyimpang. Pelecehan seksual sebagai salah satu bentuk perilaku menyimpang yang marak terjadi, dikarenakan minimnya pengetahuan, kurangnya pengawasan serta rendahnya tingkat kesadaran remaja dalam penggunaan sosial media secara bijak.
Narasumber lainnya, M. Nurkhoiron dari Yayasan Desantara mengatakan dalam mendampingi anak atau remaja di media digital bisa dengan cara memahami terlebih dahulu apa saja yang paling disukai mereka.
Nurkhoiron menyebut ada beberapa aktivitas yang paling disukai anak atau remaja. Seperti suka mengomentari foto diri teman mereka di akun media sosial untuk eksistensinya. Kemudian mencari informasi terkini karena keingintahuan, mencari teman yang memiliki minat yang sama.
“Salurkan minat mereka dengan mencari informasi dan terlibat dalam aktivitas online, unggah hasil aktualisasi mereka dan gunakan media sebagai sarana hiburan,” ujarnya.
Dalam memakai internet juga harus disertai kemampuan pendidikan literasi, yakni belajar mengunakan teknologi mengakses informasi di internet, dan memahami pesan sederhana. Kemudian belajar menghasilkan konten media dengan tujuan pesan, target audiens dan teknik komposisi yang baik.
“Gunakan kemampuan berpikir kritis untuk membedah tujuan suatu pesan, target audiens, dampak mupun kredibilitas dari suatu konten media,” pungkasnya.
Dipandu moderator Dimas Satria, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Yuni Mustani (Pegiat Kewirausahaan Sosial), Wahib Jamil (Kepala Kantor Kemenang Kabupaten Kulon Progo), dan Musisi dan J-rocks, Sony Ismail selaku key opinion leader. (*)