GROBOGAN – Hampir dua tahun sistem pembelajaran daring dilakukan di Indonesia akibat kondisi pandemi Covid-19 yang tidak memungkinkan untuk sekolah tatap maka. Pembelajaran daring memunculkan tantangan bagi pendidik dan peserta didik untuk terus beradaptasi sembari menangkap peluang-peluang pembelajaran yang lebih berorientasi pada penggunaan dan pemanfaatan teknologi. Hal ini dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Grobogan, Jumat (24/9/2021).
Praktisi pendidikan Yuni Wahyuning pada kesempatan ini menyampaikan pendidikan saat ini dilaksanakan dengan mengintegrasikan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk semua mata pelajaran. Baik dalam penyampaian materi, memberikan soal dan kuis, serta diskusi. Teknologi membantu pendidik dan peserta didik untuk mencari dan mendapatkan informasi dari beragam sumber.
Perkembangan teknologi telah menggeser cara untuk mendapatkan informasi, yang semula hanya berpaku pada buku dan penyampaian guru, kini kondisi tersebut telah tergantikan oleh e-book, jurnal online, diskusi virtual dan sebagainya. Dengan adanya pergeseran ini maka guru dan murid perlu meningkatkan kecakapan literasi digital dan memanfaatkannya untuk pembelajaran daring.
“Selain cakap dalam menggunakan TIK dalam pembelajaran daring, guru perlu menanamkan kompetensi olah hati atau etika. Kemudian olah rasa atau kemampuan mengontrol emosi dan perasaan, olah pikir untuk meningkatkan literasi berpikir dan meningkatkan wawasan. Serta kompetensi kinestik atau olahraga, aktivitas pembelajaran juga harus didukung dengan kondisi jasmani dan rohani yang sehat,” jelas Yuni Wahyuning kepada 300-an peserta webinar.
Penggunaan teknologi yang masif juga menjadi budaya baru dalam pembelajaran, oleh karenanya budaya-budaya yang sebelumnya ada tetap harus dijaga. Yaitu menjaga kebhinnekaan dalam ruang belajar digital. Guru mesti menanamkan dan menguatkan karakter Pancasila kepada murid dalam setiap pembelajaran.
“Menanamkan karakter gotong royong atau kolaborasi, peduli dan berbagi. Menumbuhkan kesadaran mandiri belajar, berpikir kritis dalam menghadapi informasi serta kreatif dalam pemecahan masalah,” imbuh Yuni.
Narasumber lain, dosen Universitas Serang Raya Ahmad Sururi menambahkan bahwa model pembelajaran daring memiliki sejumlah kendala. Hal itu meliputi sarana dan prasarana serta infrastruktur digital yang belum maksimal, kompetensi SDM dalam penggunaan teknologi untuk pembelajaran masih perlu adaptasi lebih. Kemungkinan plagiarisme yang perlu diperbaiki, keamanan dan keselamatan digital pembelajaran daring, serta budaya akademik yang belum merata.
Fokus pendidikan digital harus didukung dengan teknologi informasi dan komunikasi yang memudahkan guru dan murid untuk berkreasi dalam platform pembelajaran. Dengan demikian kemandirian anak dapat terasah sebab sumber informasi yang dapat diakses begitu melimpah sehingga mendukung pemecahan masalah dengan lebih cepat.
“Agar efektif kompetensi guru dalam menyampaikan materi menggunakan teknologi digital dan platform digital perlu ditingkatkan. Pendidikan digital perlu didukung dari lingkungan keluarga dan masyarakat untuk menumbuhkan budaya akademik,” jelas Ahmad Sururi.
Kolaborasi siswa, sekolah dan guru, dan orang tua penting untuk mendukung pembelajaran daring yang aman dan bertanggungjawab, sekolah menyediakan lingkungan yang ramah, nyaman, saling menghormati, menghargai, dan saling memotivasi.
Webinar yang dimoderatori oleh Dimas Satria (eks penyiar radio) ini juga diisi oleh narasumber lainnya Ahmad Wahyu Sudrajad (pendidik PP Alqadir Yogyakarta), Saeroni (Universitas NU Yogyakarta), serta Astira Vern (1st Runner Up Miss Eco International 2018) sebagai key opinion leader.
Masing-masing narasumber menyampaikan materi diskusi dari sudut pandang empat pilar literasi digital yang meliputi digital skill, digital safety, digital ethics, dan digital culture. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan literasi digital masyarakat dalam menghadapi transformasi digital. (*)