KEBUMEN – Kementerian Komunikasi dan Informatika RI menggelar webinar literasi digital untuk masyarakat Kabupaten Kebumen dengan tema “Tantangan Pembelajaran di Era Digital”, Jumat (24/9/2021). Kegiatan ini merupakan bagian dari gerakan nasional Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang bertujuan untuk meningkatkan kecakapan masyarakat dalam memaksimalkan penggunaan teknologi dan internet.
Kegiatan yang dipandu oleh penari tradisional Ayu Perwari diisi oleh empat narasumber: I Gusti Putu Agung Widya Goca (dosen Universitas Ngurah Rai), Fauzan (dosen UPN Yogyakarta), Suharti (sekretaris UNU Yogyakarta), Sani Widowati (Princeton Bridge Year On-Site Director Indonesia). Serta seorang aktor Ayonk yang hadir sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber menyampaikan materi diskusi dari sudut pandang empat pilar literasi digital yang meliputi digital skill, digital safety, digital ethics, dan digital culture.
Suharti mengatakan bahwa salah satu tantangan pelaksanaan pembelajaran daring adalah keamanan siswa dan murid ketika masuk ruang digital. Untuk mencapai keamanan digital, pengguna media digital dalam pembelajaran harus paham aspek-aspek literasi digital sebagai panduan untuk bermedia.
Kompetensi keamanan digital itu mencakup pengamanan perangkat digital, pengamanan identitas digital, mewaspadai penipuan online, memahami jejak digital, dan memahami keamanan digital bagi anak. Perlindungan perangkat digital, identitas digital, dan data pribadi menjadi faktor penting yang harus diusahakan oleh setiap pengguna media digital.
“Identitas umum dan terlihat yang meliputi nama, deskripsi akun, foto profil, e-mail dan nomor telepon perlu dijaga keamanan privasinya dengan tidak berlebihan saat diekspos ke publik. Sementara identitas dan data privasi seperti agama, data biometrik dan kesehatan, data kependudukan, password, PIN, OTP harus menjadi rahasia pemilik. Sebab kebocoran data dan ekspos identitas secara berlebihan bisa memicu terjadinya kejahatan digital,” jelas Suharti.
Dengan demikian pengguna perlu lebih memahami rekam jejak digital. Yaitu jejak yang ditinggalkan dari aktivitas digital yang dilakukan seperti riwayat pencarian, komentar, unggahan foto dan video, riwayat obrolan di aplikasi komunikasi dan medsos, lokasi, hasil unduhan dan sebagainya.
“Dapat disimpulkan bahwa apapun jenis aktivitas di ruang digital itu merepresentasikan penggunanya, oleh sebab itu pengguna harus membuat jejak digital yang baik untuk menghindari masalah-masalah keamanan berdigital. Jejak digital itu sifatnya permanen meski pengguna telah menghapusnya,” pesan Suharti.
Sementara itu orang tua memiliki peran sebagai pengawas dan kontrol keamanan digital bagi anak. Yaitu dengan membangun komunikasi dan interaksi nyata agar anak mau terbuka dengan aktivitas digital yang dilakukan, mengedukasi anak tentang situs dan aplikasi yang boleh dan baik diakses, membuat jadwal penggunaan perangkat digital dan mengedukasi tentang keamanan privasi dan data.
Sementara itu Sani Widowati menambahkan dari sisi aspek kecakapan digital. Ia menjelaskan tantangan pembelajaran daring yang kerap ditemui di antaranya terbatasnya kuota, kurangnya akses perangkat digital, SDM yang belum cukup cakap dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi, serta kendala sinyal.
Peningkatan literasi digital menjadi langkah untuk mengakselerasi kapasitas SDM. Guru diharapkan dapat meningkatkan kecakapan digital dengan mengikuti pelatihan, diskusi, gabung dengan grup akademik untuk saling berdiskusi tentang permasalahan dalam pembelajaran daring sehingga menemukan solusi. Kemudian hasil studi kolaborasi tersebut dapat diajarkan dan diimplementasikan kepada murid.
“Terkait kendala sinyal, guru dapat melakukan pembelajaran melalui platform digital yang relatif hemat kuota seperti Facebook Lite, Youtube Go dan Google Meet. Guru juga dapat mengedukasi murid dengan memanfaatkan aplikasi belajar yang edukatif dan menyenangkan menggunakan Astronaut, Duolingo untuk meningkatkan kecakapan bahasa, dan Google Workspace,” jelas Sani Widowati. (*)