MAGELANG – Sebuah penelitian menyebutkan bahwa persentase anak-anak mengakses internet di Australia dengan rentang usia 5 sampai 8 tahun sangat tinggi. Anak usia 5 tahun sebanyak 20,6 persen, anak-anak usia 6 tahun sebanyak 33,4 persen, anak-anak usia 7 tahun sebanyak 42,2 persen anak-anak usia 8 tahun sebanyak 52,6 persen.
“Dari data ini dapat disimpulkan bahwa jumlah anak yang mengakses internet kian hari kian meningkat,” kata ujar Kepala MAN Salatiga Handono saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Adaptasi Empat Pilar Literasi Digital untuk Siswa” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Jumat (24/9/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Handono pun mengungkap kondisi di Indonesia tak jauh berbeda. Merujuk data terbaru Kominfo setidaknya saat ini 30 juta anak-anak dan remaja di Indonesia merupakan pengguna internet aktif. Media digital saat ini telah menjadi pilihan utama saluran komunikasi yang mereka gunakan.
Untuk itu, Handoro pun mewanti-wanti dampak negatif akibat media sosial yang intens itu dalam kehidupan sehari-hari anak. Antara lain tingginya potensi penindasan maya atau cyberbullying, peredaran berbagai berita yang tidak benar, hoaks, ghibah, kebencian, permusuhan, fitnah hingga adu domba.
“Namun, media sosial bagi siswa bisa sangat bermanfaat untuk pembelajaran,” kata dia. Karena, melalui media digital itulah jaringan pembelajaran kini telah melampaui ruang kelas, ditandai tumbuh suburnya situs web e-learning terkemuka. Siswa dapat mengambil kelas dari situs-situs web e-learning itu dan mempraktekkan pembelajaran di rumah menggunakan berbagai saluran untuk ekspresi kreatifnya.
“Media sosial juga platform yang mendukung bagi siswa untuk mengekspresikan diri, maupun pemikiran mereka, ini membantu siswa untuk tampil percaya diri, tanpa rasa takut,” ujarnya.
Manfaat media sosial lainnya bagi siswa, kata Handono, adalah merasakan eksposur global karena media sosial menjadi platform yang luas lingkupnya. Sehingga siswa dapat terhubung dengan siapapun di dunia, berkomunikasi antar budaya dan ini bisa menambah pengetahuan mereka di luar pembelajaan akademik.
“Dampak positif media sosial juga bisa menjadi jalan mendapat peluang kerja. Jika dulu usai mahasiswa mendapat gelar sarjana sulit mencari pekerjaan, saat ini mereka bisa mencarinya lebih banyak dengan internet,” kata dia.
Menimbang dampak positif dan negatif itu, Handono menganggap disitulah pentingnya peran literasi digital. Yang komponennya antara lain kemampuan mendengar, membaca, menulis, dan mengembangkan ke arah pemanfaatan teknologi.
“Manfaat memahami literasi digital bagi siswa juga untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif memecahkan masalah. Mereka berkomunikasi dengan lebih lancar serta berkolaborasi dengan lebih banyak orang dengan tetap menjaga etika yang berlaku,” urainya.
Narasumber lain webinar ini, Pegiat Literasi Digital Nasional Riant Nugroho menuturkan, di balik makin banyaknya generasi muda yang familiar dengan dunia digital, tetap perlu ada pihak-pihak yang mengingatkan pentingnya keamanan digital yang harus dikuasai mereka.
“Sehingga sebagai pengguna generasi muda tidak hanya memanfaatkan kelebihan media digital itu, namun juga memperhatikan berbagai aturan agar bisa melindungi data-data pribadinya,” kata Riant.
Webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Adrie Wardhana (creative head FOINIKS Digital), Abdurrosyid (Kakenmenag Magelang) serta dimoderatori Bia Nabila juga Adew Wahyu selaku key opinion leader. (*)