BLORA – Satu hal yang mungkin terlupa dalam interaksi bermasyarakat adalah memberikan hak yang sama kepada kelompok orang berkebutuhan khusus. Realitanya orang berkebutuhan khusus masih mendapatkan stigma kurang menyenangkan dari masyarakat. Hak aksesibilitas dalam pelayanan publik dan aksesibilitas di ruang publik juga perlu diperhatikan lagi untuk memberikan kesetaraan hak. Hal ini dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Senin (2/8/2021).
Kegiatan literasi digital merupakan bagian dari program nasional Gerakan Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang dilaksanakan secara serentak untuk masyarakat Indonesia. Program ini bertujuan untuk mengakselerasi kecakapan masyarakat dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Dan ada empat pilar literasi digital yang selalu disampaikan dalam setiap tema diskusi yaitu digital ethics, digital culture, digital skill, dan digital safety.
Salah satu narasumber, Puji F. Susanti yang seorang fasilitator menyampaikan bahwa orang berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama untuk mengakses media digital dan internet. Sesuai dengan keadilan yang rata bagi seluruh warga negara Indonesia sehingga menyukseskan transformasi digital nasional.
Dalam literasi digital, aspek keamanan cukup krusial karena tidak hanya melibatkan keamanan diri sendiri melainkan juga keamanan digital sesama pengguna. Digital safety adalah kemampuan individu dalam menganalisis, dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.
Aspek keamanan digital meliputi pengetahuan dasar dalam memproteksi identitas digital dan data pribadi, pengamanan perangkat digital, memahami rekam jejak digital, mengetahui dasar penipuan digital, serta memahami keamanan digital bagi anak.
“Identitas digital dan data pribadi harus dilindungi karena media digital memungkinkan keterbukaan informasi. Membagikan identitas digital data pribadi di platform digital perlu diperhatikan aspek kebutuhannya, dan merahasiakan identitas yang sifatnya privat seperti password, PIN, OTP, e-mail. Mengaktifkan pengaturan privasi, tidak sembarang memasukkan data pribadi yang penting ketika beraktivitas digital menggunakan jaringan publik,” jelasnya.
Kebocoran data dan ekspos identitas secara berlebihan dapat memicu terjadinya kejahatan digital seperti penipuan, peretasan, dan pemerasan. Oleh sebab itu pengguna media digital harus paham dengan rekam jejak digital dan lebih berhati-hati ketika mengunggah konten dan berinteraksi di ruang digital.
Dalam aspek keamanan di media digital, kita harus paham bahwa anak dan orang berkebutuhan khusus adalah bagian prioritas masyarakat yang harus kita jaga dan lindungi karena mereka lebih rentan.
“Maka dari itu mengunggah konten tentang orang dengan kebutuhan khusus harus memahami consent atau persetujuan dari mereka, apakah ia menjadi subjek konten. Meski mendapat persetujuan, pahami bahwa mengunggah foto atau video mereka bisa mengundang berbagai reaksi. Namun yang terpenting adalah melindungi data diri mereka,” jelasnya.
Narasumber lainnya dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, Sugondo menjelaskan populasi masyarakat berkebutuhan khusus ada 268. 909 yang terdiri dari kelompok usia anak-anak hingga dewasa. Kendala dan tantangan yang kerap dialami kelompok berkebutuhan khusus adalah perilaku diskriminatif, penyediaan aksesibilitas ruang publik dan aksesibilitas di ruang publik masih belum maksimal.
Aksesibilitas dalam pelayanan publik maupun aksesibilitas di ruang publik, pihak-pihak terkait dapat mengupayakannya dengan berpegang pada asas kemudahan, kegunaan, keselamatan, dan kemandirian. Akan tetapi stigma masyarakat terhadap orang berkebutuhan khusus masih cukup kental, akibatnya kelompok berkebutuhan khusus cenderung menutup diri. Mereka cenderung kurang percaya diri dalam berinteraksi, berpartisipasi dan berkolaborasi.
“Dalam berkolaborasi kelompok berkebutuhan khusus cenderung lebih memilih sesama komunitasnya. Dalam bermedia digital, kelompok berkubutuhan khusus juga mengalami keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki,” lanjutnya.
Dalam etika bermedia digital secara umum, Sugono menyebutkan setiap pengguna media digital perlu menggunakan identitas asli, memilih teman yang dikenal dan berinteraksi dengan baik, memilih grup atau komunitas sesuai kebutuhan, serta berkarya positif dan bermanfaat.
“Masyarakat berkebutuhan khusus itu tidak untuk dikasihani tetapi untuk diberikan yang sama termasuk dalam meraih literasi digital, pelayanan, pendidikan, akses kesehatan dan sebagainya.
Dipandu moderator presenter Rio Siswanto, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Farid Fitriyadi (dosen Informatika Universitas Sahid Surakarta), Suhartutik (Ketua Forum LKSA Panti Sosial Anak-Anak Kabupaten Blora), dan kreator konten Anda Denayu selaku key opinion leader. (*)