KARANGANYAR – Teknologi informasi dan media sosial berkembang pesat. Seiring pesatnya perkembangan, interaksi manusia yang semakin semarak juga tidak dapat dihindari. Media sosial memiliki peranan penting dalam interaksi di ruang digital.
“Tidak dapat dipungkiri, media sosial juga menjadi sarana penyebaran konten negatif oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab,” ungkap narasumber Nurkholis, Kasi Kelembagaan Kementerian Agama Jawa Tengah, dalam sesi webinar Gerakan Nasional Literasi Digital yang bertajuk ‘Sopan dan Beradab Berdigital di Masa Covid-19′ pada Selasa (03/08) untuk masyarakat kabupaten Karanganyar.
Menurut presentasi Nurkholis, arus informasi yang beredar juga termasuk adanya penghinaan, pencemaran, penistaan, provokasi, perbuatan tidak menyenangkan, hasutan, dan penyebaran berita bohong atau hoaks.
Seperti dalam masa pandemi Covid-19 saat ini, banyak konten negatif yang muncul terkait penanganannya. Nurkholis mengungkapkan contoh seperti informasi keliru yang menyatakan bahwa Covid-19 itu rekayasa. Ada pula isu negatif terkait upaya vaksinasi Covid-19 dan larangan dalam beribadah di tempat ibadah. Hal-hal semacam ini menimbulkan kesimpangsiuran di masyarakat terkait penanganan Covid-19.
“Bahkan sempat ada penolakan pemakaman jenazah yang terpapar Covid-19,” ujarnya.
Oleh sebab itu, ada sopan santun dan adab yang harus dikedepankan di media sosial dalam masa pandemi Covid-19. Nurkholis menyatakan beberapa hal, yaitu penyampaian dan penyebaran informasi Covid-19 haruslah valid, mendukung penanganan Covid-19, tidak memandang negatif upaya penanganan Covid-19, dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila dalam bermedia sosial.
Majelis Ulama Indonesia juga mengeluarkan fatwa nomor 24 tahun 2017 mengenai hukum bermuamalah melalui media sosial, yang berisi larangan melakukan ujaran kebencian, menyebarkan informasi hoaks meski bertujuan baik, menyebarkan materi pornografi, melakukan fitnah, dan menyebarkan konten yang tidak tepat waktu dan tempatnya.
“Pemerintah melalui undang-undang juga mengatur apa-apa saja yang terlarang dalam bermedia sosial,” ungkapnya. Undang-undang tersebut adalah UU No. 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal 45 yang melarang penghinaan, hoaks, ujaran kebencian, ancaman kekerasan, perjudian, dan tindak asusila.
Beberapa hal yang dijelaskan oleh Nurkholis untuk mengantisipasi konten negatif, yaitu mampu membedakan motivasi dalam mencari informasi, mengendalikan diri dalam mengakses informasi, menjaring informasi yang bermanfaat, dan tidak mengakses informasi yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Narasumber lainnya, Wiharso, memaparkan lebih lanjut terkait etika dan adab dalam bermedia sosial. Menurut Wiharso, yang juga merupakan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Karanganyar, agama memiliki peranan untuk menjaga diri di media sosial.
“Media sosial memegang peranan penting dalam sosialisasi dan komunikasi manusia, dan tidak dibatasi ruang dan waktu,” ungkapnya.
Dalam presentasinya, Wiharso menjelaskan beberapa etika yang harus dijadikan perhatian dalam bermedia sosial. Etika tersebut antara lain, menjadikan media sosial sebagai sarana untuk menebar kebaikan, mengingat hisab atas segala perbuatan, melakukan tabayyun, senantiasa sadar perbuatan selalu diawasi, dan menjadikan media sosial sebagai ruang keikhlasan tanpa riya’.
“Kita juga bisa mengacu pada fatwa MUI dalam bermedia sosial,” ujarnya.
Wiharso juga menekankan agar ada upaya optimalisasi penggunaan media sosial. Menurutnya, media sosial harus menjadi sarana yang edukatif, informatif, konsultatif, dan advokatif.
“Ini adalah upaya agar dalam bermedia sosial, kita tidak jatuh dalam kesia-siaan,” jelasnya.
Dihadiri oleh content creator Niken Pratiwi sebagai moderator, webinar ini juga mengundang Dimas Sakti Nugraha, seorang Entrepreneur, sebagai key opinion leader, dan narasumber Dahlia, Dosen STAI Al Husain dan Muawwin, jurnalis dan periset lepas Idea Institute Indonesia. Webinar ini diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk masyarakat kabupaten Karanganyar dan merupakan ajakan kepada masyarakat untuk melek literasi digital. (*)