KLATEN – Pembelajaran digital atau digital learning yang sedang digalakkan oleh pemerintah saat ini masih penuh tantangan, baik infrastruktur maupun sikap mental. Di lapangan, sering terjadi fasilitas maupun sarana dan prasarana (sarpras) kurang mendukung pembelajaran model online ini.
“Pembelajaran digital perlu memperoleh dukungan infrastruktur teknologi, agar mampu mendorong ide dan pengalaman belajar. Interaksi pembelajaran digital diharapkan bisa lebih menyebar,” ujar pengajar Universitas Serang Raya Ahmad Sururi, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu (14/7/2021).
Interaksi yang dia maksudkan adalah antara pembelajar dengan pembelajar, pembelajar dengan pengajar, pembelajar dengan lingkungan atau pembelajar dengan media.
Pada webinar bertema ”Mewujudkan Komunikasi Publik yang Sehat di Media Sosial” itu, Ahmad Sururi memaparkan pentingnya dukungan peralatan atau tool dalam e-learning yang meliputi web statis dan dinamis, grup diskusi, e-mail, chatting, instant messaging, video streaming, animation, sharing aplication dan video conferencing.
Sedangkan untuk mengatasi kejenuhan atau kebosanan pembelajaran perlu disiapkan sejumlah metode. Sebut saja di antaranya Digital Student Expedition, Purposive Creatif Thinking, Peer to Peer Interaction, Streaming Expert, Mental Gymnastic.
Bagi Sururi, tantangan pembelajaran digital perlu disikapi secara proporsional, termasuk tantangan yang berupa keamanan dan keselamatan digital, perundungan siber atau cyberbullying serta hal-hal lain yang terkait dengan hak cipta dan intelektual.
Menurut Ahmad Sururi, ada empat pihak paling bertanggung jawab dalam pembelajaran online, yakni siswa, sekolah, guru dan rumah atau orang tua. Empat pihak itu sama-sama memiliki tanggung jawab yang tidak ringan demi tercapainya hasil pembelajaran yang maksimal. Yang pasti, interaksi yang sifatnya negatif harus dihindari.
Melalui sinergi keempatnya, lanjut Sururi, harapannya siswa atau pembelajar mampu belajar menggunakan teknologi dan internet secara aman dan bertanggung jawab. Selain itu, siswa juga tidak boleh melupakan prinsip-prinsip utama pendidikan yaitu kejujuran, menghormati diri sendiri dan orang lain, tanggung jawab dan kewarganegaraan.
Adapun sekolah atau lembaga pendidikan berperan menyediakan lingkungan yang ramah, nyaman dan memberikan penguatan rasa saling menghormati, menghargai dan memotivasi siswa untuk belajar dan bertindak secara bertanggung jawab dalam komunitas lokal dan online mereka. “Pendidikan adalah tanggung jawab bersama dari rumah, sekolah dan komunitas siswa,” ucapnya.
Ahmad Sururi menambhakan, dalam pembelajaran digital juga perlu diciptakan komunikasi sehat dan beretika. Adapun caranya antara lain dengan menerapkan kaidah-kaidah penghormatan terhadap seseorang sebagai person tanpa memandang umur, status atau hubungannya dengan si pembicara.
Narasumber lain pada webinar kali ini, guru SD Islam Al Uswah Nurul Hajar Latifah, mencoba menyandingkan subtansi pembelajaran yang merujuk pada UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Disebutkan, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Sedangkan pembelajaran abad ke-21, kata Nurul, keadaannya sudah berbeda terutama terkait dengan aspek kolaborasi, kreativitas dan inovasi. Dlam pembelajaran di era digital memiliki beberapa kelebihan. “Waktunya lebih fleksibel, sumber belajar lebih luas dan media belajar lebih variatif,” kata aktivis lintas iman Klaten itu.
Namun demikian, dia mengakui masih banyak muncul keluhan pembelajaran daring. Secara umum keluhan paling menonjol adalah penggunaan kuota, sinyal, tidak paham menggunakan teknologi informasi (TI) atau sama sekali tidak memiliki handphone dan laptop.
Dipandu moderator entertainer Zacky Ahmad, webinar kali ini juga dihadiri narasumber Noviana Dewi (dosen Psikologi STIKES Nasional Surakarta), Nuralita Armelia (fasilitator nasional), dan penyanyi Ayonk selaku key opinion leader. (*)