KUDUS – Dewasa ini privasi di ruang digital menjadi satu permasalahan penting yang mesti diperhatikan. Privasi digital bukan hal yang sederhana karena tidak hanya menyangkut keamanan tetapi juga kenyamanan pengguna platform digital.
Praktisi pendidikan Imam Wicaksono dalam dalam diskusi virtual dengan tema “Memahami Pentingnya Privasi di Ruang Digital” menjelaskan bahwa selalu ada jejak digital dalam setiap aktivitas di ruang digital, dan jejak digital menjadi salah satu hal yang memicu bocornya privasi ketika tidak ada kehati-hatian dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Ia menjelaskan ada tiga hal yang perlu diperhatikan di ruang digital yaitu adanya kekerasan siber, adiksi siber, dan perundungan siber yang merupakan dampak negatif dari penggunaan media digital. Fokus pada fenomena perundungan siber, Imam Wicaksono menyebutkan bahwa perundungan siber adalah perilaku berulang yang bertujuan untuk menakuti, mengancam, mempermalukan individu atau kelompok menggunakan teknologi digital. Bentuk perundungan siber tidak hanya berupa ujaran kebencian, tetapi juga tindakan memata-matai, peniruan, dan berita palsu.
“Media sosial menjadi sarana yang paling sering digunakan, baik melalui saluran pribadi maupun ketika di ruang publik. Dan salah satu pemicu kecilnya adalah sikap pengguna yang selalu ingin menjadi pusat perhatian. Over share menjadi pemicu timbulnya perundungan siber,” jelas Imam dalam webinar yang diselenggarakan Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Senin (27/9/2021).
Bijak bermedia sosial merupakan salah satu upaya untuk meminimalkan terjadinya perundungan. Langkah awalnya dengan mengamankan akun media sosial, mengaktifkan pengaturan privasi dan melindunginya dengan password kuat serta tidak berlebihan dalam bermedia. Selektif memilih pertemanan, mengunggah berita sesuai fakta, dan bijak mengunggah informasi yang bersifat pribadi.
“Kita bisa mengidentifikasi tindak perundungan ketika bercanda sudah terlalu berlebihan dan hak berpendapat dibatasi. Namun kita bisa memanfaatkan fitur-fitur media sosial ketika menanggapi perundungan. Menggunakan fitur blokir kepada yang bersangkutan dan gunakan lapor ke penyedia layanan agar ada tindakan lebih lanjut dengan disertai bukti. Berdiskusi dengan orang terdekat yang dipercaya ketika menjadi korban serta melakukan klarifikasi dan lapor ke pihak berwajib,” terangnya kepada 200-an peserta webinar.
Di sisi lain, pemerhati industri musik digital Mahda Soentoro menambahkan, manusia dan teknologi merupakan hal tidak terpisahkan di era digitalisasi. Teknologi menjadi medium yang menjadikan sebagian besar aktivitas beralih ke ruang digital. Kegiatan-kegiatan itu menjadi pembiasaan baru yang harus dicermati sambil terus beradaptasi.
Soal privasi, Mahda mengatakan bahwa privasi di ruang digital pada dasarnya sama dengan privasi ketika di kehidupan nyata. Privasi harus dijaga kerahasiaannya agar implementasi kebiasaan baru tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Dengan budaya baru ini, manusia harus menciptakan ekosistem digital untuk melindungi privasi sehingga ruang digital menjadi entitas virtual yang baik, cerdas, dan arif,” ujar Mahda.
Tingginya pengguna teknologi membuat para stakeholder mengeluarkan deklarasi melalui kebijakan dan peraturan tentang keamanan privasi. Salah satunya pada UU nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan mengatur data pribadi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Sedangkan saat ini ada UU ITE yang menjadi rujukan ketika berkaitan dengan pelanggaran bermedia digital.
“Yang menjadi masalah aktivitas digital itu adalah rawan disalahgunakan, media sosial menjadi rentan karena tidak ada batas. Oleh sebab itu penting memeriksa pengaturan jejaring media sosial, kepada siapa postingan dibagikan. Ini menjadi langkah tepat untuk mengantisipasi penyalahgunaan informasi,” imbuhnya.
Kaitannya dengan privasi Mahda berpesan untuk menggunakan penyimpanan umum sebagai tempat menyimpan informasi pribadi. Google Document bukan tempat ideal untuk menyimpan kata sandi, dan Dropbox bukan tempat aman untuk pemindaian paspor kecuali disimpan dalam arsip terenkripsi.
Diskusi virtual yang dimoderatori oleh entertainer Zacky Ahmad juga menghadirkan narasumber lainnya yaitu Guru SMK Darul Quran Rosid Efendi dan Pimred Jawa Pos Radar Kudus M. Zainal Abidin, juga Public Relation of State Enterprise Sheila Siregar sebagai key opinion leader.
Webinar literasi digital merupakan gerakan nasional untuk mengajak masyarakat Indonesia lebih cakap digital dengan menguasai empat pilar literasi digital: digital skill, digital safety, digital ethics, dan digital culture. (*)