GUNUNGKIDUL – Zaman berubah. Kemajuan teknologi internet tidak lagi terbendung. Bagi dunia pendidikan, media digital dengan segala perangkat pendukungnya hanya sebagai alat bantu. Pembelajaran tatap muka dan sapaan langsung terasa lebih hangat.
“Orang tua dan guru perlu memperhatikan hal-hal seperti itu. Ajak anak-anak menggunakan internet untuk membantu tugas sekolah, diskusikan apa yang boleh dan tidak boleh saat menggunakan internet dan media sosial,” ujar Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta, Ryan Sugiarto, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Gunungkidul, DIY, Kamis (15/9/2021).
Ryan memberikan apresiasi positif bagi anak-anak yang memiliki keahlian teknologi digital, namun akan lebih sempurna jika memperoleh pembelajaran menjaga kesopanan saat berkomunikasi di media sosial.
Guru berperan mendampingi anak menggunakan internet dan media sosial. “Imbangi waktu menggunakan media digital dengan berinteraksi di dunia nyata, batasi penggunaan media digital,” ungkapnya.
Mungkin bagi sebagian kalangan saran seperti itu rasanya kontradiktif, namun jika merunut sejarah ada korelasinya dengan filosofi pendidikan Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara yang mengajarkan olah hati (etik), olah pikir (literasi) olah rasa (estetik) dan olahraga (kinestetik).
Sesuai tema webinar ”Literasi Digital sebagai Upaya Pembentukan Karakter Peserta Didik di Era Pandemi Covid-19”, Ryan sepakat literasi digital sangat bermanfaat. Penggunaan internet menghemat waktu pembelajaran sehingga lebih cepat, efisien, hemat biaya karena banyak tersedia situs dan aplikasi gratis.
Selain itu, juga memudahkan siswa melakukan pencarian, kapan saja dan di mana saja. Mencari arti kata tertentu cukup buka KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) daring. Internet juga menghemat kertas karena menggunakan buku elektronik. Bagi siswa yang kreatif dan inovatif, panduan dari internet memperkaya keterampilannya membuat percobaan sains.
Berikutnya, Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Anis Masduqi, menjelaskan mengenai pembentukan karakter melalui media digital. Bertanggung jawab atau responsibility adalah etika paling fundamental di dunia digital yang agresif.Aturan bersosial media sesuai (standar komunitas) tidak boleh bertentangan dan dipertentangkan dengan nilai-nilai kearifan. Diperlukan solusi untuk mempraktikkan sikap moderat dalam bersosial media.
Menurut dia, upaya membentuk manusia berkarakter dan memegang teguh prinsip etika dan moral selama berjejaring menggunakan media digital, fokus pada dua dimensi. Pertama, membentuk users yang berkarakter, bermoral dan beretika. Kedua, menciptakan lingkungan digital yang kondusif bagi pembentukan karakter users.
Dipandu moderator Fikri Hadil, webinar juga menghadirkan narasumber Selfi Budi Helpiastuti (Dosen FISIP Universitas Jember), Dahlia (Kandidat Doktor Pendidikan) dan presenter TV Sisca Septiyani selaku key opinion leader. (*)