YOGYAKARTA – Di Indonesia masih terdapat 12.000 desa di daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) serta daerah non 3T yang hingga saat ini belum tercover jaringan 4G. Pemerintah perlu didorong agar mempercepat upaya memujudkan digitalisasi pendidikan.
“Kita perlu mempersiapkan infrasituktur digital, aksesibilitas SDM, anggaran, teknologi digital belajar online, guru, dosen, mahasiswa dan siswa,” ujar Dosen Universitas Jenderal Soedirman, Tobirin, ketika menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kota Yogyakarta, DIY, Kamis (15/9/2021).
Digitalisasi pendidikan tidak lepas dari kesiapan menuju Society 5.0, yaitu masyarakat yang berpusat pada manusia (human-centered) dan berbasis teknologi (technology based). Artinya, kecanggihan teknologi digital tetap berpusat pada kehidupan manusia.
Tobirin kemudian menunjukkan peta jalan transformasi digital pada sektor-sektor strategis meliputi pemerintahan, layanan publik, bantuan sosial, pendidikan, kesehatan, perdagangan, industri dan penyiaran.
Konsekuensi dari semua itu, ada pekerjaan yang akan hilang namun masih ada sejumlah jenis pekerjaan tetap bertahan karena tidak mungkin digantikan teknologi secanggih apapun.
Pada webinar bertema ”Digitalisasi di Dunia Pendidikan” kali ini, Tobirin sempat mengkritisi pendidikan di Indonesia. Merujuk data Komnas HAM, masih banyak terjadi kasus pelanggaran.
Berikutnya, Ketua LPPM Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, Muhammad Mustafid, menambahkan pendidikan perlu dilihat dan dibaca sesuai konteksnya. Menurut aktivis Pesantren Mahasiswa Aswaja Nusantara Mlangi Yogyakarta ini, meski era digital menyebabkan disrupsi pendidikan namun pembelajaran online pada masa pandemi menjadi alternatif di tengah ketidakmungkinan pembelajaran tatap muka.
Disebutkan, pada dunia pendidikan ada sejumlah arena yang bisa tersentuh digitalisasi. Di antaranya, sistem administrasi, keuangan, informasi, pembelajaran (materi, pembelajaran dan metodologi).
Mustafid mengakui, model pendidikan semi daring (blended), full daring dan konvensional masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Tatkala karakter pembelajaran mengalami disrupsi besar-besaran, keberadaan sumber daya teknologi informasi (TI) menjadi vital.
Perubahan budaya pembelajaran membawa implikasi pada revolusi sains-teknologi, ideologi pendidikan, materi, kurikulum, insfrastruktur, market dan regulasi. Itu semua ada baiknya dijadikan bahan refleksi.
“Perkembangan teknologi pendidikan semestinya tidak mendisrupsi nilai-nilai fundamental pendidikan, peran guru dan tenaga pendidik, melainkan menjadi strategi menguatkan kompetensi SDM yang ada menjadi lebih relevan, terampil, adaptif sesuai perkembangan zaman,” ungkapnya.
Dipandu moderator Mafin Rizqi (Content Creator) webinar kali ini juga dihadiri narasumber Arif Hidayat (Dosen Universitas Negeri Semarang), Aditia Purnomo (Penulis & Social Media Planner) dan Miss Eco International 1st RU 2018, Astira Vern selaku key opinion leader. (*)