BANYUMAS – Saat ini, media sosial telah menjadi ruang utama yang digunakan manusia dalam berinteraksi. Pertukaran gagasan dan ide di media sosial menjadi tak terhindarkan. Menggunakan media sosial bukan hanya jadi ajang unjuk diri. Dalam presentasinya pada sesi webinar Gerakan Literasi Digital, Hasniati memaparkan apa itu artinya menjadi cerdas di dalam bermedia sosial.
“Cerdas adalah mampu memanfaatkan medsos untuk peningkatan kualitas diri, pandai mengamankan data pribadi, mampu menggunakan media sosial secara bijak, mengetahui dan memahami perangkat digitalnya, dan paham UU ITE,” ungkapnya pada peserta webinar literasi digital yang bertajuk ‘Menjadi Cerdas Di Era Digital’ yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pada Kamis 5 Agustus lalu.
Dosen Ilmu Administrasi FISIP Universitas Hasanuddin Makassar itu, juga memaparkan mengenai digital safety atau bisa disebut keamanan digital. Menurut Hasniati, digital safety merupakan kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.
Terkait keamanan digital, menurut Hasniati, perangkat keras maupun lunak menyimpan beragam data terkait penggunanya. Oleh sebab itu, diperlukan kata sandi untuk mengamankannya. “Pengamanan digital seperti kata sandi yang kuat, otentifikasi sidik jari dan wajah perlu dilakukan,” ungkapnya.
Selain itu, keamanan digital tidak luput dari ancaman digital. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian seperti isu privasi, keamanan, dan lainnya. “Isu keamanan memang amatlah penting. Apakah perangkat kita aman dari akses tanpa izin dan serangan siber?” ungkapnya.
Dalam paparannya, Hasniati juga membahas lebih lanjut lagi terkait UU ITE dan cybercrime. UU ITE, terangnya, mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya.
Sedangkan cybercrime memiliki lima kategori yang dimuat di dalam UU ITE. Kelimanya adalah konten ilegal, aksel ilegal terhadap perangkat lain, intersepsi atau penyadapan informasi dari perangkat lain, gangguan terhadap data, dan gangguan terhadap sistem. “Kesemuanya merupakan tindakan pelanggaran yang memiliki potensi untuk terjadi kepada kita,” ungkapnya.
Narasumber lain, Kasi Pendma Kankemenag Kabupaten Banyumas Edi Sungkowo, menekankan terkait pendidikan di era digital. Menurut Edi Sungkowo, pendidikan era digital merupakan pendidikan yang harus mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi.
“Perkembangan digital memungkinkan anak memperoleh pengetahuan yang melimpah dengan cepat dan mudah,” ungkapnya. Edi Sungkowo juga merunut perkembangan teknogi digital, yang dimulai dari lahirnya komputer, ditemukannya internet, lahirnya ponsel, dan kemunculan situs media sosial.
Lebih jauh lagi, Edi Sungkowo menjelaskan ciri-ciri generasi digital. Seperti munculnya identitas diri, privasi lebih, kebebasan berekspresi, dan proses belajar yang digital. Edi Sungkowo juga memaparkan manfaat penggunaan teknologi digital. “Ada empat manfaat, yaitu mudahnya akses informasi, mudahnya komunikasi, mudahnya proses belajar, dan stimulasi kreativitas,” jelasnya.
Namun, Edi Sungkowo juga menjelaskan resiko penggunaan teknologi digital. Ada gangguan fisik dan gangguan perkembangan bahasa dan sosial. Oleh sebab itu, Edi Sungkowo menekankan pentingnya pendampingan generasi digital.
“Orang tua harus meningkatkan pengetahuan, mengarahkan penggunaan perangkat dengan jelas, mengatur porsi dan memilih program yang baik, meningkatkan interaksi, dan mengawasi jejak jelajah di dunia digital,” lanjutnya.
Pendidikan era digital memudahkan anak mendapatkan segala pengetahuan dengan cepat dan mudah. “Penggunaan teknologi digital secara tepat akan sangat bermanfaat,” ungkapnya.
Dipandu oleh moderator Nabila Nadjib (Entertainer), webinar ini juga dihadiri key opinion leader Bita Saraswati (Content Creator), narasumber Musta’in (Pengawas Madrasah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jepara), dan Dian Wisnuwardhani (Dosen Fakultas Psikologi UI). (*)