KLATEN – Pada era informasi saat ini, kecakapan menyaring informasi adalah sesuatu yang penting. Agar tidak gampang terpengaruh oleh berita hoaks. Yang berakibat pada konflik dalam dunia digital. Oleh karena itu diperlukan sopan santun dan literasi digital untuk mengatasinya.
“Dalam informasi ada istilah gangguan informasi. Yang terbagi dalam tiga macam. Yakni misinformasi, disinformasi, dan malinformasi,” jelas videografer sekaligus penulis naskah film Jarot Waskito saat menjadi narasumber dalam webinar literasi digital yang digelar Kementrian Kominfo untuk masyarakat Klaten, Jawa Tengah, Jumat (06/08).
Jarot menjelaskan misinformasi adalah ketika informasi yang tidak benar, tapi dianggap benar dan disebarkan. Sedangkan disinformasi, informasi yang tidak benar, meski sudah tahu tidak benar tapi tetap disebarkan. Dan malinformasi ialah sepenggal informasi benar, namun informasi ini difungsikan sebagai senjata untuk merugikan seseorang atau kelompok tertentu.
Dalam webinar bertema “Sopan dan Beradab Berdigital Di Masa Covid 19” itu, Jarot menyarankan beberapa cara agar terhindar dari gangguan informasi tersebut. “Hati-hati dengan judul provokatif, karena seringkali media menggunakan judul yang sensional.
Kemudian, cermati alamat situs apakah situs resmi atau bukan. Periksa fakta, apakah berimbang atau tidak. Dan terakhir, cek keaslian foto,” jelas Jarot.
Senada dengan Jarot, narasumber lain dari dosen Universitas Padjajaran, Ahmad Buchori juga menyarankan kepada pengguna teknologi untuk memasang perisai dalam menghadapi hoaks. Yakni dengan cara mewaspadai judul provokatif, mengecek alamat situs, mengecek kebenaran berita, dan memastikan membaca dengan teliti sebelum membaginya.
Namun, Buchori menyayangkan sikap pengguna teknologi di indonesia. Karena berdasarkan data dari Digital Civility Index (DCI) Microsoft di Asia Tenggara tingkat kesopanan online netizen Indonesia paling rendah. Hal ini yang menurutnya, harus diantisipasi dan dihindari.
Oleh karena itu, dosen FISIP ini menyarankan kepada pengguna teknologi untuk beretika yang sopan dan santun. “Kendalikan dengan iman, selektif, dan pasang perisai anti hoaks. Memilih dan memilah berita. Dan paling penting, tidak semua yang didengarkan itu langsung diviralkan,” sarannya.
Arie Sujito juga menjelaskan bahwa untuk bermartabat perlu berdigital dengan beradab. Oleh karena itu perlu cerdas, kritis, dan sopan berdigital. Sebab ini juga terkait erat dengan demokrasi.
“Membangun demokrasi yang bermakna artinya, mempererat civil society, transformasi masyarakat kewargaan: ditandai oleh praktik keadaban untuk kemartabatan manusia,” kata Arie.
Menurut Arie, ada beberapa tantangan dalam berdigital dengan beradab. Tantangan tersebut adalah mengelola kemajemukan dengan spirit kohesi sosial. “Cerdas bermedia digital, kultur kritis untuk memberi makna kebebasan dalam berdemokrasi, dan membersihkan ruang publik dari kekumuhan, mengisi dengan literasi berkualitas,” ungkap dosen Sosiologi Fisipol UGM Yogyakarta ini.
Sementara itu, Buchori juga menyinggung terkait pentingnya teknologi bagi dunia pendidikan. Hal ini menurutnya karena teknologi punya beberapa manfaat. “Teknologi mampu meningkatkan kemampuan dan kemauan belajar murid, menambah kreatifitas guru dan murid, lebih praktis, kegiatan belajar dan mengajar lebih menyenangkan, sumber belajar lebih mudah didapatkan, dan informasi atau kurikulum yang didapat lebih up to date,” jelas Buchori.
Lebih jauh menurut Buchori agar berteknologi aman perlu adanya pengetahuan terkait keamanan digital. Dalam hal ini menurutnya ada tiga aspek yang mesti dimiliki dalam keamanan digital.
“Pertama, kemampuan menggunakan internet secara aktif dan berimbang. Kedua, kemampuan teknis menggunakan internet secara advanced. Dan ketiga, keterampilan mengoperasikan internet menggunakan perangkat teknologi hardware dan software,” ungkap Buchori.
Dipandu oleh moderator Bia Nabila (presenter), webinar ini juga dihadiri Woro Mustiko (Penyanyi tradisional Jawa dan Dalang Perempuan) sebagai key opinion leader, dan Juair (Kasi Kurikulum dan Kesiswaan Bidang Madrasah Kanwil Kemenag Jawa Tengah). (*)