BREBES – Perundungan siber atau cyberbullying merupakan perilaku agresif yang dilakukan suatu kelompok atau individu menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu. Sasarannya adalah seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut.
Jika seorang anak menjadi korban perundungan, orang tua maupun pihak sekolah secepatnya melakukan pencegahan dengan cara memblokir akun milik siapa saja yang mengganggu. Selain itu, usahakan untuk tidak over-sharing di sosial media.
“Cyberbullying merupakan perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, menyakiti, membuat marah atau mempermalukan sasaran,” ujar Tatty Aprilyana (Entrepreneur & Founder Kampung Aridatu) saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Kamis (15/7/2021).
Sesuai tema webinar ”Menghadapi Perundungan Anak di Dunia Maya”, Tatty menjelaskan tindakan lain yang perlu dilakukan adalah setting akun sosial media dengan private account. “Ingat apapun yang kamu posting dapat dibagikan. Kenali akun palsu. Bersihkan kontak pertemanan kamu di sosial media,” saran dia.
Jenis-jenis perundungan di dunia maya cukup beragam, mulai dari menyebarkan kebohongan tentang seseorang atau memposting foto memalukan tentang seseorang di media sosial hingga mengirim pesan atau ancaman melalui platform chatting.
Menuliskan kata-kata menyakitkan pada kolom komentar media sosial, memposting sesuatu yang memalukan, pengiriman pesan yang mengancam atau menjengkelkan di jejaring sosial, ruang obrolan atau game online, juga masuk kategori perundungan. Termasuk juga mengucilkan anak-anak dari game online.
Tatty menambahkan, orang tua punya peran penting melindungi anak dari ancaman perundungan siber. Langkah-langkah itu di antaranya membuat akun medsos setelah anak usia 13 tahun. Selain itu, juga mendukung minat dan bakat anak.
Sependapat dengan Tatty, narasumber lainnya yaitu Princeton Brigde On-site Director Indonesia, Sani Widowati, mengemukakan apabila ada anak mengalami perundungan, sebaiknya bicara dengan orang yang bisa dipercaya dalam hal ini orang tua, guru atau sahabat.
Langkah berikutnya adalah laporkan akun pelaku disertai bukti-bukti, sehingga bisa membantu untuk menunjukkan apa yang telah terjadi. Contoh, pesan chatting dan screenshot postingan di media sosial. Bila mengancam dan dalam bahaya bisa lapor ke polisi.
Penting juga mendampingi secara berkelanjutan dan memberikan nasihat agar korban mampu bangkit kembali rasa percaya dirinya disertai pesan agar tidak membalas. “Balas dendam bukan solusi memutus rantai perundungan. Bicarakan dengan pihak terkait, bila perundungan terjadi di antara teman sekolah, komunitas hobi atau kegiatan lainnya,” ujar Sani.
Dipandu moderator Harry Perdana, webinar juga menghadirkan narasumber Budi Wulandari (Konselor Psikologi Perempuan dan Anak, Pegiat Literasi Digital), Edy Kusmartono (Kepala Baperlitbangda Kabupaten Brebes) dan Nabila Nadjib (TV Presenter) selaku key opinion leader. (*)