BANYUMAS – Tema diskusi “Bijak Berkomentar di Ruang Digital” kembali diangkat dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kominfo RI, Rabu (29/9/2021). Melalui diskusi virtual ini pemerintah mengajak masyarakat, khususnya masyarakat Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, untuk mengisi ruang digital dengan ekspresi yang positif.
Mengingat potensi pengguna internet Indonesia sangat tinggi, literasi digital masyarakat mesti dikuatkan dengan memahami empat pilar literasi digital yang meliputi digital skill, digital safety, digital ethics, dan digital culture.
Salah satu narasumber, Iis Latifah Nuryanto (dosen Universitas PGRI Yogyakarta) menggarisbawahi tentang ujaran kebencian yang sering mewarnai ruang digital. Fenomena penyebaran ujaran kebencian di ruang digital setidaknya ada 44,3 persen dari 1.146 responden menerima berita hoaks setiap hari. Saluran penyebarannya pun beragam, baik dadi aplikasi komunikasi, web, hingga media sosial yang menjadi tempat paling banyak ditemukan konten-konten ujaran kebencian.
Ia mengatakan, dari segi budaya ujaran kebencian bertolak belakang dengan konsep kesantunan berbahasa sebagai indikator kecerdasan linguistik dan juga etika berkomunikasi. Teknologi digital sangat mempermudah cara komunikasi, namun dalam berinteraksi di ruang digital perlu mengedepankan untuk berpikir kritis dalam berujar, berkomentar, atau ekspresi lainnya. Sebab yang terjadi saat ini, dukungan teknologi tidak menjamin individu mampu menyaring informasi yang akan disampaikan.
“Ujaran kebencian tidak hanya melanggar norma budaya berkomunikasi dan berinteraksi, tetapi juga bertolak belakang dengan norma sosial, agama, dan hukum. Ujaran kebencian dalam perspektif hukum sendiri itu mengandung unsur penghinaan, pencemaran nama baik, unsur provokasi, hingga penyebaran berita bohong,” jelas Iis Latifah.
Tata cara komunikasi yang baik di ruang digital harus memenuhi lima kaidah hukum; respect atau peduli dengan orang yang diajak komunikasi, empathy, audible atau enak didengar dan tidak menyinggung perasaan, komunikasi harus dapat menyelesaikan masalah atau clarity, kemudian humble atau tidak berlebihan.
“Berbudaya bijak dalam media sosial adalah menyadari bahwa kebebasan bicara adalah bagian dari hak asasi manusia, namun sebaiknya dalam beropini harus didasarkan fakta dan disampaikan dengan bahasa yang sopan. Tidak menggunakan kata-kata kasar dan tidak menyinggung SARA, tidak beradu pendapat, dan perlu memperhatikan kerahasiaan informasi,” urainya.
Menambahkan dari sisi etika digital, Athif Titah Amithuhu (media online Ceritasantri.id) menjelaskan bahwa pengguna media digital dapat menyampaikan ekspresi yang bermakna melalui sejumlah proses penyaringan terlebih dahulu. Interaksi di ruang digital baik ketika mengunggah atau menyebar informasi harus melakukan verifikasi informasi terlebih dahulu sebelum disampaikan ke publik.
“Kita bisa ikut berpartisipasi menyampaikan komentar yang baik untuk meminimalisasi konten negatif, atau ketika menemukan informasi dengan dapat melakukan tindakan melaporkan. Serta ikut berkolaborasi dengan sesama pengguna media, komunitas dan sebagainya untuk menciptakan ruang digital yang nyaman dan penuh hal positif,” tambahnya.
Kegiatan yang dimoderatori oleh Zacky Ahmad (entertainer) hari ini juga menghadirkan narasumber lainnya, Nanik Lestari (peneliti MAP Universitas Gadjah Mada) dan Citra Rosalyn Anwar (dosen Universitas Negeri Makassar). Juga ada seniman Ones yang menjadi key opinion leader. (*)