JEPARA – Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI, Nuzran Joher, mengingatkan publik terlebih warga dunia digital untuk terus mewaspadai beredarnya hoax. Berita bohong atau palsu itu apabila disebarkan terus menerus dan masif, lambat laun akan dipercaya sebagai sebuah kebenaran. Untuk membentengi masyarakat dari pengaruh hoax literasi digital sangat diperlukan.
“Kemampuan memahami dan membedakan informasi hoax di dunia maya merupakan bagian dari etika digital (digital ethic),” ujarnya saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Jumat (16/7/2021).
Adapun etika digital adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquet) dalam kehidupan sehari-hari.
Di dunia digital dikenal dengan etiket berinternet atau lebih dikenal dengan Netiket (Network Etiquette) yaitu tata krama dalam menggunakan internet. “Hoax adalah salah satu konten negatif, merupakan perbuatan yang dilarang dan dapat dipidana,” tegasnya dalam webinar bertema ”Digitalisasi Pelayanan Publik”.
Konten ilegal itu karena memiliki muatan yang melanggar normal kesusilaan, berisi penghinaan atau pencemaran nama baik maupun pengancaman, dampaknya bisa menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Jika menyebar di sektor perdagangan, konsumen yang dirugikan.
Nuzran menyebutkan sudah banyak regulasi diterbitkan pemerintah untuk menjerat pelakunya. Sebut saja UU No 11 Tahun 2008 tentang UU ITE maupun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana maupun denda yang tidak ringan.
Narasumber lainnya, Dosen UHN IGB Sugriwa Denpasar, I Nyoman Yoga Segara, memaparkan tentang pelayanan publik dan keamanan digital. Karakter transformasi digital dalam pelayanan publik adalah lebih murah, cepat, mudah, terjangkau dan terukur.
Namun demikian digitalisasi pelayanan publik harus diikuti dengan perubahan mindset. “Digitalisasi pelayanan publik harus selalu inovatif dan kreatif, tetap menjaga keamanan digital, baik bagi pengguna maupun pihak penyedia (pemerintah maupun sektor swasta),” jelasnya.
Sering terjadi, layanan digital pemerintah diretas oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Untuk memastikan layanan itu aman diperlukan proteksi perangkat keras maupun identitas digital dan data pribadi di platform digital.
Pengelola layanan perlu memiliki pengetahuan dasar mengenai penipuan digital serta rekam jejak digital di media (mengunduh dan mengunggah).
Dipandu moderator Dannys Citra, webinar juga menghadirkan narasumber Lisa Esti Puji Hartanti (Staf Pengajar UNIKA Atma Jaya – Japelidi), Siti Aminataz Zuhriyah (Editor dan Penulis Jurnal) dan Sheila Siregar (PR BUMN) selaku key opinion leader. (*)