KEBUMEN –Kasi Penyuluhan Agama Islam Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah H. Khamdani menuturkan fungsi dan peran penyuluh agama di era digital ini sangat krusial.
“Penyuluh tak sekedar menjalankan fungsi informatif yang menyampaikan pesan-pesan agama dan pembangunan yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan, namun juga menangkal hoaks di ruang digital,” kata Khamdani saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Adaptasi Literasi Digital untuk Penyuluh Agama” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Rabu (29/9/2021).
Dalam webinar yang diikuti 200-an peserta itu, Khamdani menuturkan
penyuluh agama juga memiliki fungsi edukatif yang bisa dilakukan secara langsung atau melalui berbagai media digital. Dalam fungsi edukasi ini penyuluh agama melakukan proses pembelajaran kepada masyarakat agar memiliki kekuatan spiritual pengendalian diri, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“Penyuluh agama juga mengemban fungsi konsultatif yakni bersedia menyediakan dirinya, baik di dunia nyata dan maya, untuk turut memikirkan dan memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat baik secara pribadi keluarga maupun sebagai anggota masyarakat umum,” kata dia.
Selain itu, penyuluh agama juga mesti bisa mengemban fungsi advokasi memanfaatkan berbagai platform digital.
“Penyuluh agama memiliki tanggung jawab moral dan untuk melakukan kegiatan advokasi baik secara luring atau daring, soal pembelaan terhadap umat atau masyarakat dari berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang dapat menggoyahkan aqidah mengganggu pelaksanaan ibadah, dan merusak akhlak,” terang Khamdani.
Oleh sebab itu, ujar Khamdani, penyuluh di era digital diharapkan dapat berpartisipasi secara optimal. Mendorong masyarakat menjadi warga negara yang berperan aktif bagi kebaikan bersama. “Termasuk berperan aktif memerangi konten negatif,” ujarnya.
Khamadani mengungkapkan, dalam melawan konten negatif, Kominfo pun sudah memberi panduan mengatasi konten negatif dengan cara menggunakan AIS yakni penangkal konten negatif melalui mesin yang mengawasi berbagai konten yang beredar dan mengais atau crawling konten-konten negatif untuk diblok lalu dihapus agar tidak bisa diakses oleh masyarakat.
“Namun memblokir konten negatif tidak efektif jika tidak ada kerjasama dengan masyarakat,” kata dia.
Narasumber lain webinar itu praktisi Community Development Iwan Gunawan mengatakan perkembangan kasus pelanggaran UU ITE terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga perlu dibendung dengan penguasaan literasi digital.
Merujuk data Kominfo, Iwan menuturkan pada tahun 2018 jumlah pelanggaran total ada 4.360 yang terbagi dari pencemaran nama baik 1.258 kasus, ujaran kebencian 238, kabar bohong 60. Lalu pada tahun 2019 meningkat lagi jumlah totalnya 4.586 kasus yang terbagi pencemaran nama baik 1.333 kasus, ujaran kebencian 247, kabar bohong 97 kasus. Lalu pada tahun 2020 bertambah lagi pelanggarannya menjadi 4.790 yang terdiri pencemaran nama baik 1.794, ujaran kebencian 223, lalu kabar bohong sebanyak 197 kasus.
“Warga dunia berharap perusahaan media sosial bisa tingkatkan kesopanan digital, penanganan konten negatif harus lebih masif dilakukan perusahaan media sosial,” kata Iwan.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber Praktisi Teknologi Finansial yang juga Digital Marketing dan Creative Branding Fadrian Gultom, Afief Mundzir dari Kemenag Jateng, serta dimoderatori Bella Ashari juga Mohwid selaku key opinion leader. (*)