JEPARA – Indonesia memang menjadi salah satu pengguna internet terbanyak di dunia. Namun hal itu tak serta merta menempatkan Indonesia menjadi negara yang mampu memanfaatkan secara optimal penggunaan internet. Khususnya dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
“Kita harus bisa memanfaatkan perkembangan digital untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia,” kata praktisi pendidikan Anggraini Hermana saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Transformasi Digital untuk Pendidikan yang Lebih Bermutu” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Jepara Jawa Tengah, Rabu (29/9/2021).
Dalam webinar yang diikuti 300-an peserta itu, Anggraini merujuk survei political and economic risk consultant (PERC) yang menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia hingga tahun 2018 lalu masih berada di urutan ke-12 dari 12 negara di Asia.
Adapun dari data yang dilaporkan oleh The World Economic Forum Swedia pada tahun 2000 menyebut, Indonesia memiliki daya saing yang rendah di dunia. “Yaitu hanya urutan ke 37 dari 57 negara yang disurvei,” kata Anggraini.
Melihat kondisi itulah, pendidikan menurut Anggraini masih perlu digenjot. Tak terkecuali literasi digital karena perkembangan dunia ke depan sangatlah dibutuhkan kecakapan sumber daya manusia khususnya dalam adaptasi digital.
Anggraini pun merunut, internet masuk ke Indonesia yang dilansir dari data Kementerian Komunikasi dan Informatika, sejarahnya dimulai pada awal tahun 1990-an. Pada saat itu internet disebut dengan istilah Paguyuban Network.
“Istilah ini dipilih karena pada saat itu semangat kerjasama atau kolaborasi, kekeluargaan dan gotong royong di ruang digital masih sangat kental di antara para pengembang internet,” kata dia.
Sayangnya, seiring berjalannya waktu, penggunaan internet menjadi individualis dan sangat komersial karena internet mulai diperjualbelikan di Indonesia. Ini turut berpengaruh pada pudarnya semangat kolaborasi.
Demi meningkatkan mutu pendidikan di era digital ini, Anggraini menuturkan perlu transformasi tenaga pendidik, antara pendidik senior dan milenial tentang pengetahuan digital. Lalu terapkan good habit atau kebiasaan baik nominasi yakni dengan mengkonsumsi konten digital yang bermutu.
“Literasi perangkat digital perlu ditanamkan agar tak terjadi istilah gaptek antara guru, siswa, wali siswa,” tegasnya.
Anggraini menegaskan, perlunya kecakapan literasi digital agar proses belajar bisa diikuti praktik inovatif dan inspiratif. “Literasi digital penting juga menjaga etik sehingga bijak berdigital, misalnya sampaikan kritik atau masukan dengan baik dan sopan bukan dengan memviralkan hal yang tidak bermoral,” kata dia.
Anggraini berharap, ketika literasi digital telah dipahami maka akan mendorong penciptaan karya hingga terjadi saling berkolaborasi sehat. “Dalam berkompetisi akan saling memotivasi,” tegasnya.
Pendidik juga bisa mengimbangi dengan menerapkan mata kuliah atau mata pelajaran character building sebagai mata kuliah atau pelajaran wajib sehingga tercipta pendidikan di Indonesia yang santun maju dan bermutu yaitu dengan mampu bersikap bijaksana dalam memanfaatkan transformasi digital.
Narasumber lain webinar itu Ketua Yayasan Quranesia Amrina Rasyada, Zusdi F. Arianto menuturkan keamanan digital terkait dengan keamanan bersama. “Karena interaksi internet bersifat langsung dan global, di mana kontrol keamanan data ada pada pengguna,” kata Zusdi.
Zusdi menyebut platform digital memang menyediakan fasilitas pengamanan data. Tapi kasus penipuan seringkali memanfaatkan kelemahan pengguna. “Patut dipahami pula bahwa dalam keamanan digital yang perlu diwaspadai adalah anonimitas,” kata dia. Anonimitas ini di mana akun sebagai identitas di dunia digital itu tidak selalu menunjukkan identitas aslinya. Jadi pengguna bisa percaya atau tidak, karena rentan berinteraksi dengan orang yang tidak kita kenal maksud dan tujuannya.
Keamanan digital bagi Zusdi terkait dengan mentalitas. Interaksi di era transformasi digital ini menyasar lintas generasi. Namun demikian, lanjut Zusdi, anak-anak dan orang berusia lanjut termasuk rawan sasaran aktivitas kejahatan di dunia digital yang intrusif.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber Teguh Tamrin selaku dosen Unisnu, Kaprodi Magister Ilmu Administrasi Fisip Untira Banten Ipah Emi Jumiati, serta dimoderatori Ayu Perwari juga Ronald Silitonga selaku key opinion leader. (*)