BANYUMAS – Ujaran atau hasutan kebencian yakni segala bentuk komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung didasarkan kebencian suku, agama, kepercayaan, ras, warna kulit, etnis, dan identitas lain.
Pendapat itu disampaikan oleh Pemimpin Redaksi Swarakampus.com, Krisno Wibowo dalam webinar literasi digital dengan tema “Melawan Ujaran Kebencian di Dunia Maya” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pada 21 Juli 2021.
Krisno mengatakan ujaran kebencian ini perlu dilawan karena berdampak negatif. Beberapa dampaknya seperti merendahkan martabat manusia, menyuburkan prasangka, dan diskriminasi. “Juga memicu kekerasan, kejahatan, kebencian, dan memicu konflik antarkelompok,” katanya.
Menurut Krisno, motivasi dari ujaran kebencian ini bisa berupa prasangka buruk terhadap orang atau kelompok tertentu. Kemudian prasangka terbentuk dari sosialisasi-internalisasi keluarga, kawan, institusi pendidikan, maupun lingkungan sekitar.
Ujaran kebencian ini bisa menular bila disebar oleh tokoh yang dianggap panutan, karena setiap ucapannya adalah kebenaran. “Kemudian didistribusikan atau diviralkan pengikutnya,” kata dia.
Adapun ancaman Pidana dari ujaran kebencian ini yakni UU ITE (Infomasi dan Transaksi Elektronik) Pasal 28 ayat 2 mengenai setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan infomasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian/permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat berdasar SARA.
Kemudian di Pasal 29 ayat 1 yang berbunyi melarang setiap bentuk ancaman kekerasan dan menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi ataupun kelompok. “Untuk menangkalnya, perlu adanya gerakan sosial. Bukan hanya tanggung jawab aparat negara, tapi tanggung jawab bersama anak bangsa,” ujarnya.
Kemudian juga melalui pemahaman literasi digital anti ujaran kebencian di keluarga, sekolah, komunitas. Pengguna digital ditekankan agar bermedia sosial tanpa larut dalam provokasi prasangka buruk.
“Kemudian juga berpedoman pada etika dan moralitas bermedia. Lalu, menumbuhkan sikap humanisme atau kemanusiaan, toleransi antarsesama tanpa memandang latar belakang perbedaan,” katanya.
Narasumber lainnya, Director Joglo Property, Abas F. Basuni mengatakan Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.
Sementara itu, indeks literasi digital Indonesai masih pada angka 3.47 dari skala 1 hingga 4. Hal itu menunjukkan indeks literasi digitalnya masih di bawah tingkatan baik. Banyaknya jenis konten berita hoaks, yakni sebanyak 62.10 persen yang berupa tulisan, ini menunjukkan bahwa kita perlu lebih banyak menyaring berita dalam bentuk tulisan.
Ia menyebut salah satu tips menangkal ujaran kebencian yakni saat menerima berita di media sosial supaya membiasakan untuk mengecek ulang kebenaran dan manfaat yang ada pada substansi berita. “Setelah disaring baru kemudian diperiksa urgensi beritanya apakah banyak orang membutuhkan,” ucapnya.
Dipandu moderator Oony Wahyudi, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Yoshe Angela (Social Media Specialist PT Cipta Manusia Indonesia), Tommy Destryanto (Praktisi IT), dan presenter TV Bella Ashari selaku key opinion leader. (*)