SEMARANG – Pemerintah sudah melakukan kajian penentuan upah minimum kabupaten / kota (UMK). Hasil kajian berdasarkan survei kebutuhan hidup (KHL) ini akan menjadi pedoman UMK di Jateng tahun 2020.
“Untuk menentukan UMK, kajiannya berdasarkan peraturan dilakukan lima tahun sekali. Ini tahun keempat dan pemerintah pusat sudah melakukan kajian, ”ujar Sekda Jateng saat menyetujui selesai buruh yang berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Jateng belum lama ini.
Di hadapan massa pendemo yang menolak rencana revisi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan dan Penetapan UMK 2020 berdasarkan survei kebutuhan KHL, Sekda Jateng menjelaskan, untuk menentukan UMK Jateng 2020 berdasar KHL, telah disampaikan dan telah dikaji pemerintah pusat. Pihaknya pun terus berusaha agar hasil kajian menjadi undangan UMK.
“Tahun 2019 merupakan tahun dimana diimplementasikannya PP 78/2015 tentang Pengupahan. Meskipun sekarang dimulai tahun keempat, belum dilakukan kajian ulang, ”katanya.
Selain Sekda Jateng, massa pengarah rasa yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga ditemui Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Tengah Abdul Aziz dan Plt Kepala Disnakertrans Jateng Susi Handayani di Kantor DPRD.
Menanggapi pemulihan para buruh, Abdul Aziz mengatakan aspirasi para buruh akan disuarakan ke DPR dan pemerintah pusat. Sebab, UU Ketenagakerjaan dan PP 78/2015 merupakan produk pemerintah pusat.
“Kami telah mendengar jawaban kalian. Yang pertama tolak revisi UU ketenagakerjaan, yang kedua, tolak kenaikan iuran BPJS. Yang ketiga tolak PP 78. Semua yang disetujui tadi kita dengarkan dan kita perbarui untuk melanjutkan dalam waktu sesegera mungkin karena itu memang produk pemerintah pusat, ”katanya.
Sementara itu, massa KSPI Jawa Tengah menggabung sejumlah poin dalam revisi UU Nomor 13 Tahun 2013 memberatkan buruh. Antara lain ketentuan kontrak kerja dari tiga tahun menjadi lima tahun, membebaskan penggunaan tenaga kerja outsourcing di semua lini produksi, dan kenaikan upah minimum menjadi dua tahun sekali.
Ketua DPD Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan Minyak Jawa Tengah (KEP FSP) Zainuddin menyetujui, menyetujui dilakukan revisi UU Ketenagakerjaan, yang dilakukan bertentangan dengan pemerintah menurunkan nilai UU itu. Buruh pribumi juga khawatir, revisi UU ini akan mendukung mereka.
“Yang terjadi saat ini, yang ditolak pemerintah ingin menurunkan nilai UU 13/2002 menjadi lebih buruk. Dan bahayanya kompilasi digabung dengan aturan tentang tenaga kerja asing. Misalnya, kami pribumi akan tersingkir. Itu jadi persetujuan kami, jadi kami menunggu undang-undang ini tidak mengerikan, ”bebernya.
Senada menyampaikan kepada Sekretaris KSPI, Aulia Hakim. Keberhasilan pemerintah untuk merevisi UU Ketenagakerjaan untuk investor yang menarik, tidak ada yang menarik dengan perdebatan ketenagakerjaan. Faktanya, bulan lalu, 33 perusahaan dari Tiongkok tidak memilih Indonesia sebagai tempat investasi.
“Setelah dialokasikan, itu bukan karena upah tenaga kerja, tetapi terkait dengan perizinan. Maka menjadi anti tesis dengan rencana revisi UU Ketenagakerjaan. Kalau mau investasi masuk, yang diubah jangan UU Ketenagakerjaan, yang direvisi UU Penanaman Modal, Perizinan. Ini membuat resah buruh, ”tandasnya.
Selain menolak rencana revisi UU Ketenagakerjaan, para pekerja di Jawa Tengah juga meminta agar penetapan UMK 2020 nanti berdasarkan survei KHL. Penetapan UMK dengan PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, Minta Uang, Penghasilan, dan Pengeluaran. Kisarannya hanya 8 persen.
“PP Nomor 78 itu sebenarnya kan di bawah UU Ketenagakerjaan. Jika peraturan harus memakai KHL, Peraturan pemerintah harus menggunakan PP. Ini kan jadi aneh. Maka kami butuh terobosan-terobosan tentang upah di Jateng. Soalnya kalau bicara disparitas upah dengan provinsi lain di Jawa, sudah sangat tinggi. Kita duduk bersama tentang terobosan-terobosan ini, apakah dewan bisa membentengi karena masyarakat Jateng juga punya hak untuk hidup layak, ”jelasnya.
Pihaknya menambahkan, para pekerja juga menolak kenaikan tarif BPJS Kesehatan, karena iuran BPJS akan menambah biaya pengeluaran keluarga.(redaksi)