Pati, Infojateng.id – Seorang pria tampak khusuk berdoa, di depannya penari, sedangkan di belakangnya tampak dua orang perempuan dan empat warga membawa gunungan hasil bumi. Sementara seorang perempuan yang berjalan di belakang tampak membawa kepala kerbau.
Pengadeganan itu merupakan salah satu bagian dari pertunjukan “Doa Perawan Tua” yang dibawakan Teater Minatani untuk memperingati ulang tahunnya yang ke 13. Beni, konseptor pertunjukkan itu menyebut, sebagai kelompok yang ada di Pati, dia ingin memanggungkan sedekah laut yang telah menjadi bagian dari masyarakat pesisir.
“Karena bagi masyarakat pesisir, sedekah laut telah menjadi bagian yang tak terpisahkan. Sedekah laut telah dianggap menjadi doa dan harapan agar tak ada musibah ataupun balak yang menimpa,” terangnya.
Selain merujuk pada tokoh Batari dalam lakon yang tengah menunggu kekasihnya pulang melaut, doa itu juga ditujukkan ke semua orang yang pernah, sedang, dan akan terlibat dengan Teater Minatani. Diharapkan semuanya dihindarkan dari musibah dan diberi keberkahan.
Pementasan itu sendiri dibawakan oleh Siwi, Sigit, Adi Teguh, Laksmi, Raka, Defi, Rizal, Bayu, Ali, dan Beni. Meski menampilkan tradisi, namun konsep cerita juga menggabungkan banyak unsur seperti video sinematik, hingga permainan grouping.
“Pertunjukkan ini sekaligus menjadi persembahan bagi ulang tahun kami yang ke 13,” ujar Siwi Agustina ketua Teater Minatani.
Teater Minatani sendiri dikatakannya didirikan sejak 9 April 2009 lalu oleh sekelompok pemuda. Sejak saat itu, karya demi karya berhasil dibawakan. Total ada sedikitnya 14 karya. Seperti Penguasa bukan Penguasa, Tari Pengkhianatan, Mlongo Koyo Kebo, Setengah Wajah, Orang Kasar, Ranjang Milik Siapa, Keranjang, K2, Sorr, Getir, Tiyang, Widji, Plot, serta Kobar Api Pesisir Utara Jawa.
“Selama pandemi kami juga tetap berproses. Yakni dalam pentas virtual. Hingga kemudian dipercaya oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) untuk pembuatan film berjudul BARA. Film itu sendiri diikutkan dalam progam duta seni,” tambahnya.
Secara tidak sengaja, teater yang lahir dengan kekayaan mina (Perikanan) dan tani nya ini banyak menjadikan cerita maupun tradisi di sekitarnya sebagai inspirasi pementasan. Film Bara itu misalnya, mengambil cerita dari Rara Mendut yang merupakan tradisi tutur masyarakat Pati.
“Tak hanya cerita tutur saja, Lakon Sorr itu menceritakan kebedaraan mantri banyu yang banyak di Pati. Begitu juga sejumlah tradisi yang ada di banyak cerita lainnya,” tambahnya.
Dirinya berharap kedepan, teater tersebut dapat istiqomah dalam menelurkan karya. Sehingga diharapkan dapat turut mewarnai dunia perteateran di Kabupaten Pati. Terutama untuk mengenalkannya ke masyarakat secara luas.
“Dalam perjalanannya kami juga banyak dibantu oleh berbagai macam pihak. Dukungan ini lah yang sebenarnya menjadi kekuatan kami untuk terus berkarya,”tambahnya.
Selain pertunjukkan dari Teater Minatani, dalam malam peringatan harlah itu juga turut diramaikan oleh Musik Kampung Gagego, Pembacaan puisi dari Teater Tigakoma dan Obeng, Musikalisasi puisi dari Teater Keset, serta pemutaran film dari Sanggar Pasinaon.(redaksi)