Klaten, infojateng.id – Masjid Majasem terletak di Desa Pakahan, Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah (Jateng). Salah satu masjid tertua di Kota Seribu Candi itu menjadi saksi penyebaran agama Islam.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Masjid dan kompleks Makam Majasem sebagai Cagar Budaya. Penetapan ini pada 22 Juni 2010 dengan nomor SK Menteri PM.57/PW.007/MKP/2010.
Jika ingin ke masjid ini aksesnya cukup mudah. Hanya perlu menempuh perjalanan sekitar 13 menit dengan kendaraan bermotor dari pusat Kota Klaten.
Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Majasem Sugimin mengatakan, awalnya masjid Majasem merupakan sebuah langgar bernama Langgar Kalimasada. Para wali penyebar Agama Islam membangun langgar tersebut pada 1385 Masehi.
Setelah masa itu, langgar ini sempat tidak terawat. Lalu, pada 1780 Masehi, utusan dari Kraton Kartasura memugar langgar tersebut.
Menurut Sugimin, bangunan asli masjid hanya berukuran 10×10 meter persegi. Di dalamnya terdapat 16 tiang penyangga dari kayu, dengan umpak (pondasi) batu.
Setelah zaman berkembang, ada bangunan tambahan berupa serambi dan pawestren (tempat ibadah khusus putri).
Pada dinding masjid telah terpahat sebuah prasasti bertandatangan Raja Surakarta Paku Buwana XII. Dalam bahasa Jawa, prasasti tersebut menyebut Masjid Al-Makmur (Majasem) Masjid Perdikan Yasanipun Sampeyan Dalem ingkang Sinoehoen Kangjeng Soesoehoenan Pakoe Boewono Ing Karaton Surakarta th. 1780 M, Katetepaken tgl 2 Mei 2003.
Persis di samping pintu utama masjid, ada sebuah prasasti bertuliskan Masjid Baitul Makmur 1385 M Majasem tanggal 6 Januari 2001.
Sugimin menyebut sudah berusaha mencari bukti hingga ke Kraton Surakarta. Namun, bukti tertulis penanggalan telah musnah saat Perpustakaan Kraton Radya Pustaka terbakar.
“Setelahnya, ada sosok Pangeran Ngurawan dari Kartasura sebelum kraton pindah ke Surakarta yang mendapat hak perdikan (tanah bebas pajak) di sini. Kemudian membangun Langgar Kalimosada jadi Masjid Majasem. Kenapa disebut Majasem, karena dulu di sini dulu banyak tumbuh pohon Maja dan pohon Asem,” ujarnya.
Sementara, di bagian barat masjid terdapat sebuah kompleks pemakaman kuno. Makam yang terdiri dari puluhan nisan itu, dipercaya sebagai tempat peristirahatan Pangeran Ngurawan dan keluarganya.
Kini, di bulan ramadan Masjid Majasem masih tetap lestari. Kegiatan keagamaan seperti Taman Pendidikan Alquran (TPA) dan kegiatan berbuka bersama tetap diselenggarakan rutin.
“Kami berharap generasi penerus tetap memakmurkan masjid ini,” imbuh Sugimin.
Ketua Komunitas Pecinta Cagar Budaya (KPCB) Klaten Wisnu Hendrata menjelaskan pemanfaatan Masjid Majasem sebagai salah satu bentuk pelestarian. Selain itu, cerita yang berkembang di masyarakat sebagai salah satu bentuk daya tarik wisata.
“Kami juga mengajak agar pihak terkait melakukan studi lebih lanjut terkait tahun pasti pembangunan masjid. Agar menjadi sarana edukasi bagi generasi selanjutnya,” pungkas Wisnu.(redaksi)