Kudus, Infojateng.id – Mahasiswa IAIN Kudus melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) Terintegrasi Kompetensi di Kelurahan Kajeksan, Kudus. Melalui Divisi Ekonomi, melakukan kunjungan usaha mikro kecil menengah (UMKM) ke pemilik usaha kerupuk Lala “Mia” pada Rabu (14/09/2022).
Kegiatan ini merupakan salah satu bagian dari program kerja Pengembangan UMKM untuk pendampingan dan pemberdayaan masyarakat.
Kerupuk lala, merupakan makanan ringan yang biasanya dibuat cemilan santai atau pendamping saat makan. Kerupuk dari kedelai mempunyai rasa yang renyah dan gurih. Selain itu, harganya relatif terjangkau, sehingga membuat semua kalangan bisa menikmatinya.
Meski tergolong produk UMKM kecil, namun penyebaran Kerupuk Lala cukup pesat. Tidak hanya, di desa-desa tapi juga sudah tersebar di kota-kota besar.
Dalam kesempatan itu, mahasiswa IAIN Kudus bertemu Pemilik usaha Kerupuk Lala MIA, Kudiyah. Ia menceritakan, asal muasal usahanya hingga moncer sampai sekarang.
Awalnya, produksi kerupuk lala hanya coba-coba terlebih dahulu melalui resep yang Kudiyah peroleh dari pelatihan Darmawanita. Tentunya, tidak berjalan mulus begitu saja, karena butuh beberapa kali eksperimen hingga akhirnya berhasil menemukan rasa kerupuk yang enak.
“Saya memproduksi kerupuk Lala sampai sekarang masih menggunakan proses manual atau dengan tangan sendiri. Ada beberapa konsumen dan tetangga menyarankan untuk menggunakan mesin yang lebih modern, tetapi saya masih belum menemukan alat yang tepat,” ujarnya.
Kudiyah menambahkan, bahwa ia telah menggeluti usahanya selama 30 tahun. Proses produksi kerupuk Lala “MIA” ini dimulai proses pembuatan adonan, pengukusan, pemotongan, penjemuran, hingga pengemasan kerupuk.
“Awalnya saya menjual kerupuk Lala yang sudah digoreng. Namun saya pikir akan ada banyak risikonya, mulai dari tidak tahan lama, hingga kerupuk mudah hancur, maka dari itu saya memutuskan menjual kerupuknya mentahan,” ujarnya.
Dalam satu hari dapat memproduksi sebanyak 8-12 kilogram adonan kerupuk, namun setelah mempunyai cucu dan karena faktor usia, Kudiyah membatasi produksinya hanya 6 kilogram adonan kerupuk dan dalam satu minggu ia memproduksi hanya 4 hari. Untuk siap menjadi kerupuk, dibutuhkan proses penjemuran dengan memanfaatkan sinar matahari selama tiga hari.
“Jika musim panas, biasanya menjemur kerupuk cukup membutuhkan waktu selama 3 hari saja. Namun jika musim hujan, proses pejemuran biasanya membutuhkan waktu 4-5 hari bahkan sampai satu minggu, baru setelah itu bisa dikemas,” lanjutnya.
Dalam 1 kilogram adonan, bisanya menjadi 5 bungkus kerupuk Lala, untuk 6 kilogram adonan kurang lebih 30 bungkus kerupuk Lala yang dapat dijual. Untuk harga per kemasan dijual dengan harga Rp 7.000, dan harga khusus untuk toko-toko Rp 6.000.
Ia melanjutkan bahwa awal mula pemasarannya hanya dari mulut ke mulut (word of mouth) dan sekarang pemasaran kerupuk Lala “MIA” bahkan sampai luar daerah seperti Pati, Jepara, Demak.
“Dari dulu, Saya tidak pernah menjual kerupuk keliling dan sejenisnya, justru para konsumen yang datang ke sini dengan sebelumnya pre-order atau memesan terlebih dahulu,” ujarnya.
Usaha yang dimulai sudah sekian lama itu tidak lepas dari lika liku seorang pebisnis. Tapi bagi Ibu Kudiyah, itu hanya tantangan dan resiko semata. Ibu Khudiyah selaku pemilik usaha kerupuk Lala “MIA” juga berterima kasih kepada mahasiswa KKN Terintegtasi Kompetensi IAIN Kudus yang sudah membantu proses pengolahan kerupuknya.
“Saya sangat berterimakasih kepada mahasiswa KKN IAIN Kudus karena sudah membantu dalam pengolahan kerupuk lala, semoga dapat menjadi pengalaman yang berguna bagi kalian di bidang usaha kerupuk ini, saya juga sangat berharap semoga nantinya ada generasi yang melanjutkan usaha kerupuk lala dengan lebih maju dan alat alat yang lebih canggih,” tutupnya. (redaksi)