Kudus, infojateng.id – Bupati Kudus, Jawa Tengah (Jateng) H.M. Hartopo buka suara terkait dugaan diskriminasi terhadap lulusan madrasah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag) RI, Jumat (14/10/2022). Menyusul perbedaan legalisir ijazah sekolah/madrasah sebagai syarat untuk pencalonan perangkat desa.
H.M. Hartopo mengatakan, semua peraturan terkait persyaratan bagi bakal calon perangkat desa sudah melalui kajian oleh dinas terkait, yakni Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD).
“Semua (juknis, Red) pengisian perangkat desa, termasuk syarat bagi bakal calon perangkat desa sudah ada kajiannya, dan itu yang punya wewenang ada di Dinas PMD,” katanya kepada infojateng.id, Jumat (14/10/2022).
Hartopo juga menegaskan, sudah memastikan kepada dinas terkait bahwa aturan hingga petunjuk lainnya sudah sesuai dengan aturan di atasnya. Untuk itu, pihaknya meminta agar pelaksanaan pengisian perangkat desa berjalan transparan dan sesuai mekanisme.
“Saat saya terima (juknis, Red) soal pengisian perangkat desa sudah saya tanyakan ke Dinas PMD. Kemudian dari pihak PMD jawab kalau memang itu sudah aturan dari atas. Oh ya sudah kalau begitu, yang penting transparan dan sesuai mekanisme saja,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas PMD Adhi Sadono bungkam saat dikonfirmasi terkait surat klarifikasi yang dilayangkang PC GP Ansor Kudus tentang dugaan diskriminasi terhadap lulusan santri.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Bidang Kebijakan Publik PC GP Ansor Kudus Syakroni Asnawi mengatakan, pihaknya menyoroti adanya dugaan diskriminasi lulusan madrasah/sekolah swasta. Karena hal itu cukup menyakitkan bagi kaum santri.
“Apalagi saat ini momentum Hari Santri yang akan jatuh tanggal 22 Oktober, sehingga diskriminasi madrasah/sekolah swasta seharusnya sudah tidak ada lagi, namun ternyata Pemkab Kudus membuat peraturan diskriminatif,” katanya.
Karena persoalan tersebut, PC GP Ansor mengirim surat kepada Pemkab Kudus melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa sejak Senin (10/10/2022). Sayangnya, hingga kini belum ada jawaban. Padahal surat juga sudah ditembuskan kepada bupati.
“Klarifikasi itu dibutuhkan, karena jangan sampai terjadi diskriminasi kembali. Apalagi madrasah/sekolah swasta di Kudus juga memberikan sumbangsih besar dalam pendidikan di Kudus,” kata Syakroni Asnawi.
Dari informasi yang dihimpun infojateng.id, syarat legalisir ijazah antara sekolah dan madrasah sebagai syarat calon perangkat desa ada perbedaan. Untuk sekolah di bawah naungan Dinas Pendidikan baik tingkat SD, SMP, SMA sederajat, legalisir cukup dilakukan oleh kepala sekolah bersangkutan. Sedangkan untuk madrasah di semua tingkatan, legalisir dilakukan oleh kepala madrasah dan dengan diketahui oleh pejabat berwenang di lingkungan Kemenag.(mas/yat/redaksi)