*Oleh : Defri Susilo, S.Pd.
Guru Bimbingan dan Konseling SMP Negeri 2 Tayu Kabupaten Pati
Perkembangan teknologi dan informasi di abad 21 sangat pesat sekali dan dianggap bagian penting dalam kehidupan manusia. Adanya peristiwa pandemi covid-19 semakin menunjukkan peran penting teknologi dalam kehidupan sehari hari. Penggunaan internet dan alat komunikasi berupa laptop / gawai sangat sering digunakan oleh peserta didik dalam kegiatan belajar maupun berinteraksi dengan teman. Pemakaian teknologi sebagai sarana belajar dan berinteraksi akan memberikan dampak positif dan negative bagi penggunanya.
Salah satu dampak negative penggunaan teknologi di media sosial yang marak diakhir akhir ini yaitu tindakan cyber bullying. Tindakan bullying yang dilakukan di media sosial menjadi tren di kalangan remaja atau peserta didik. Mereka kadang kurang memahami dampak buruk berkepanjangan yang disebabkan dari perilaku cyber bullying tersebut.
Cyber bullying merupakan perlakuan yang disengaja dan dilakukan secara berulang yang ditimbulkan melalui media teks elektronik atau internet (Patchin dan Hinduja:2015). Perilaku cyber bullying bisa terjadi kapanpun dan kepada siapapun korbannya. Tujuan seseorang untuk melakukan tindakan cyber bullying hampir sama dengan bullying. Menurut Syam (2015) ada dua faktor seseorang melakukan tindakan cyber bullying : Pertama, faktor yang bersumber dari dalam diri cyberbullies (faktor intern). Tidak adanya rasa bersalah dari cyberbullies kriminalitas, cyberbullies memang tidak mengetahui bahwa perbuatannya itu adalah perbuatan yang dilarang oleh undang – undang. Faktor lainnya yang menjadi penyebab terjadinya perilaku cyberbullying yaitu karena perasaan emosi akibat kecemburuan, dendam, sakit hati, dan kekecewaan. Kedua, faktor yang bersumber dari luar diri cyberbullies (faktor ekstern). Faktor perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang mempermudah individu untuk berinteraksi dengan individu lainnya.
Secara disadari tindakan cyber bullying memberikan dampak negative bagi pelaku maupun korban. Dampak negative yang ditimbulkan berupa dampak fisik maupun psikis. Gejala gejala yang tibul seperti, lebih suka diam menyendiri, tidak nafsu makan, gangguan tidur, cemas, depresi hingga stress. Selain itu bentuk kekerasan yang dialami anak atau remaja yang dilakukan oleh pelaku melalui media sosial internet, sering kali merasa depresi, merasa terisolasi, diperlakukan tidak manusiawi, dan lemah tidak berdaya ketika diserang. Bentuk kekerasan berupa hujatan, sindiran, pelemahan mental, mengolok olok dan lain lain di media sosial. Menurut Rahayu (2011) dampak dari cyber bullying untuk para korban tidak berhenti sampai pada tahap depresi saja, melainkan sudah sampai pada tindakan yang lebih ekstrim yaitu bunuh diri”.
Peran serta guru bimbingan dan konseling di sekolah sebagai tenaga profesional mengambil peranan penting dalam penanganan cyber bullying yang dilakukan oleh peserta didik. Keberadaan guru bimbingan dan konseling sebagai sahabat siswa akan lebih mudah untuk dekat dan memberikan pertolongan kepada pelaku maupun korban cyber bullying. Hal tersebut sesuai dengan fugsi bimbingan dan konseling di sekolah yaitu memberikan layanan prefentif dan kuratif. Salah satu layanan kuratif yang diberikan untuk menangani peserta didik sebagai pelaku cyber bullying adalah melakukan konseling kelompok.
Pemberian layanan juga sangat penting diberikan kepada pelaku, agar perilaku yang diperbuatnya tidak berkepanjangan dan mengajak pelaku lainnya muncul. Pendekatan konseling yang digunakan yaitu behavioristik teknik kontrak perilaku. Secara umum tujuan konseling perilaku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi konseli untuk belajar perilaku adaptif (Corey, 2013). Hal ini mendasarkan pada asumsi bahwa semua tingkah laku dapat dipelajari, termasuk perilaku yang tidak sesuai atau maladaptif. Menurut Natawijaya (2009), sampai begitu jauh konselor kelompok dengan pendekatan perilaku ini mempunyai fungsi mengajar, karena pendekatan perilaku itu dipandang sebagai model kependidikan. Para konselor kelompok diharapkan berperan aktif dan direktif dalam kelompoknya dan menerapkan pengetahuannya mengenai prinsip-prinsip perilaku dan ketrampilan untuk memecahkan masalah cyber bullying. Jadi, guru bimbingan dan konseling selalu melihat dan mengamati perilaku setiap anggota kelompok secara teliti untuk menentukan kondisi yang berhubungan dengan masalah dan kondisi lingkungan yang dapat memperlancar perubahan perilaku khususnya tindakan cyber bullying.
Kontrak perilaku atau lebih sering disebut dengan behavior contract merupakan strategi pengubahan perilaku dengan cara mengatur kondisi konseli berdasarkan kontrak antara konseli dan konselor. Keunggulan dari teknik behavior contrac yaitu mengembangkan perilaku yang spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur. Selain itu memiliki keunggulan lain, bahwa konseling hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan bukan pada perilaku yang terjadi dimasa datang sehingga lebih focus pada masalah yang dihadapi sekarang.
Pada pelaksanaan konseling kelompok behavior contrac bagi pelaku cyber bullying harus memiliki syarat kontrak sehingga dapat terukur perubahan perilakunya nanti. Adapun syarat kontrak perilaku yang baik yaitu, ada kejelasan tentang hal-hal yang diharapkan dari kedua belah pihak (konselor dan konseli), adanya kejelasan dalam tingkat kemunculan tingkah laku dan ganjarannya, kejelasan sistem monitoringnya, kejelasan sistem sanksinya, ada ketentuan tertulis, dan kejelasan sistem bonus, terutama untuk kontrak jangka panjang.
Berikut langkah – langkah implementasi kontrak perilaku yaitu: Pertama, memilih tingkah laku yang akan diubah dengan analisis ABC (Antecedent (pencetus perilaku), Behavior (perilaku yang dipermasalahkan), Consequence (konsekuensi atau akibat perilaku tersebut)). Kedua, menentukan data awal (baseline data) dari tingkah laku yang akan diubah. Ketiga, menentukan jenis reinforcement yang akan diberikan. Keempat, memberikan reinforcement saat tingkah laku yang diinginkan ditampilkan sesuai jadwal kontrak dan apabila sudah menetap. Selama proses konseling kelompok guru pembimbing atau konselor berupaya membantu konseli dalam menyelesaikan perilaku bermasalahnya yaitu tindakan cyber bullying. Pelaksanaan kontrak perilaku dilakukan secara bertahap satu minggu, satu bulan dan seterusnya sampai perilaku bermasalah tersebut terselesaikan.
Setiap akhir sesi konseling pasti dilakukan proses evaluasi dengan tujuan untuk menilai proses dan hasil konseling yang berlangsung.
Melihat pencapaian dan progress kemajuan dari masalah yang terselesaikan juga. Konseling kelompok behavior contract yang dilakukan sebanyak tiga sampai empat siklus dapat membantu para peserta didik yang memiliki kebiasaan perilaku bermasalah cyber bullying terselesaikan. Para konseli dapat memahami bahwa perilaku tindakan cyber bullying yang mereka lakukan merugikan orang lain dan diri sendiri. Layanan konseling kelompok dengan pendekatan behavior teknik kontrak perilaku terbukti mampu menurunkan perilaku cyber bullying di kalangan remaja/ peserta didik.(*)