*Oleh : Fatkhurahman, S.Pd.
Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 2 Tayu, Kabupaten Pati
Revolusi Industri 4.0 menjadikan globalisasi akan meningkat lebih pesat karena teknologi yang memudahkan mobilisasi informasi menjadi lebih cepat dan mudah. Hal ini membuat budaya Jawa, salah satunya aksara Jawa tertantang eksistensinya. Orang Jawa sangat terbuka dengan masuknya budaya luar, sehingga intensitas penggunaan Aksara Jawa semakin menurun (Suryadinata, 2000). Masyarakat Jawa, terutama generasi muda banyak yang tidak mengenal aksara Jawa. Sebagian besar dari mereka mengetahui keberadaannya, namun kebanyakan sudah tidak dapat membaca dan menulis aksara Jawa.
Pemahaman Aksara Jawa sangatlah penting, terutama untuk mengetahui sejarah seperti yang dikatakan oleh Adisasmito bahwa pemahaman Aksara Jawa berguna untuk mengetahui cerita sejarah Jawa seperti Ramayana, Mahabarata, dan cerita-cerita Hindu-Budha pada jaman dahulu (Adisasmito, 2010). Menurutnya pemahaman masyarakat tentang aksara Jawa membuat masyarakat Jawa kehilangan jati diri sebagai orang Jawa. Asmorotedjo (2019) menyampaikan bahwa menurunnya pemahaman aksara Jawa membuat orang Jawa mulai kehilangan jati diri dan identitas yang biasanya disebut sebagai “Wong Jawa Ilang Jawane”.
Pemahaman tentang aksara Jawa di masyarakat ini jelas mengkhawatirkan, terlebih sekarang ini sangat masif budaya asing yang menggerus nilai-nilai lokal akibat globalisasi. Apabila tidak ada tindakan nyata, aksara Jawa akan mulai ditinggalkan oleh oleh masyarakat terutama generasi muda.
Kekhawatiran akan tergerusnya eksistensi aksara Jawa sebagai dampak dari globalisasi memang hal yang wajar. Namun kekhawatiran itu tidak perlu berlebihan, karena sebenarnya sudah banyak kebijakan dan upaya yang mengarah kepada pelestarian aksara Jawa. Contohnya kebijakan pemerintah daerah Jawa Tengah pada Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 55 Tahun 2014 yang merupakan perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 57 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Basa, Sastra, dan Aksara Jawa. Dalam kebijakan tersebut diatur tentang penggunaan aksara Jawa di masyarakat dilakukan dengan menuliskan aksara Jawa sebagai pendamping bahasa Indonesia pada nama/identitas jalan, kantor Pemerintah Daerah dan Kabupaten/Kota, serta instansi lain di Jawa Tengah. Hal ini merupakan bukti kepedulian pemerintah daerah Jawa Tengah akan eksistensi aksara Jawa di tengah-tengah masyarakat.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Kundha Kabudayan (Dinas Kebudayaan) juga sangat konsen dengan upaya pelestarian aksara Jawa. Program digitalisasi aksara Jawa adalah salah satu upaya luar biasa yang dilakukan Kundha Kabudayan DIY. Bahkan inovasi juga dilakukan dengan menampilkan artikel khusus beraksara Jawa di website Kundha Kebudayan (Dinas Kebudayaan). Program dan langkah nyata juga dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam upaya pelestarian aksara Jawa.
Hal yang sangat menggembirakan adalah munculnya aplikasi-aplikasi yang menggunakan aksara Jawa. Aplikasi ini dapat ditemukan dan diunduh di Playstore Handphone Pintar berbasis android dan Appstore di Handphone Pintar berbasis IOS. Aplikasi berfungsi sebagai media belajar aksara Jawa, ada yang berupa materi belajar dan ada yang berwujud game atau permainan sebagai media belajar aksara Jawa. Menurut Talak-Kiryk, game dapat meningkatkan kreatifitas, kemandirian, dan critical thingking sehingga game cocok untuk media belajar bahasa (Talak-Kiryk, 2010). Media digital ini merupakan oase di tengah keringnya semangat belajar aksara Jawa. Pendekatan baru terutama bagi generasi muda sangat dibutuhkan agar kembali muncul semangat dan motivasi tinggi untuk belajar aksara Jawa.
Kekhawatiran yang berlebihan terhadap punahnya aksara Jawa tidak perlu dilanjutkan. Sudah selayaknya seluruh elemen masyarakat terutama masyarakat Jawa optimis terhadap lestarinya aksara Jawa. Namun dari kebijakan-kebijakan dan upaya pelestarian aksara Jawa harus didukung dan ikut melakukan aksi nyata mulai dari hal kecil dari diri pribadi kita untuk pelestarian aksara Jawa.
Bagi kita yang berprofesi sebagai guru dapat mendesain dan melaksanakan pembelajaran inovatif agar peserta didik dapat belajar dengan semangat dan motivasi tinggi. Selain itu guru dan yang bekerja di kantor-kantor pemerintahan dan swasta juga dapat mengupayakan penulisan papan-papan nama ruang dan instansi di sekolah ditulis menggunakan aksara Jawa sebagai pendamping bahasa Indonesia.
Bagi masyarakat pada umumnya juga dapat berkontribusi dengan membuat papan-papan nama jalan dan media-media publikasi masyarakat dengan menggunakan aksara Jawa. Penggunaan aksara Jawa juga dapat digunakan pada penulisan nama dan alamat yang ditempelkan di depan rumah masing-masing sebagai pendamping bahasa Indonesia.
Kegiatan-kegiatan dengan tema aksara Jawa juga perlu dilakukan di masyarakat sebagai wahana pelestarian aksara Jawa. Selama ini lebih sering kegiatan lomba menulis dan membaca aksara Jawa secara konvensional. Perlunya kegiatan lain yang lebih inovatif sebagai upaya pelestarian aksara Jawa. Misalnya kegiatan lomba melukis dinding atau dikenal istilah mural juga popular di kalangan anak muda zaman sekarang dalam berekspresi tentu bila dikemas dengan format Hanacaraka dan dikompetisikan dapat pula menjadi media efektif dalam mengenalkan aksara Jawa. Mural Hanacaraka dapat diaplikasikan pada dinding di lokasi strategis, sehingga terlihat khalayak luas yang cocok untuk media promosi yang menarik.
Kebijakan dan upaya-upaya pelestarian aksara Jawa diharapkan dapat menyelamatkan kekayaan budaya tulis masyarakat orang Jawa dari kepunahan dan menyebarluaskannya kembali kepada masyarakat. Sudah semestinya, semua orang, terutama masyarakat Jawa bergerak dan optimis untuk ikut berpartisipasi dalam melestarikan aksara Jawa.(*)