Batang, infojateng.id – Melihat jumlah pembatik khas Batang yang kian berkurang, karena usia renta, William Kwan, warga Kecamatan Bawang keturunan Tionghoa, merasa prihatin.
Ia berupaya mengembalikan kejayaan batik khas Batang dengan menggali potensi Batik Syailendra di sekitar Gunung Prau.
Pria yang saat ini menjabat Direktur Institut Pluralisme Indonesia (IPI), kini sedang melakukan penelitian dan pendampingan batik, salah satunya Batik Syailendra, selain Batik Rifaiyah yang berhasil menjadi pusat perhatian dunia.
Dalam perbincangannya bersama William Kwan, Pegiat Budaya dan Sejarah Batang, Sodikin Rusydi mengungkapkan, beliau berinisiatif memunculkan branding batik Batang dengan Batik Syailendra.
Selama 8 tahun beliau meneliti dan mendampingi batik Lasem. Saat ini, beliau sedang melakukan studi dan pendampingan batik Batang dan Batik Jambi. Branding Batik Rifaiyah di Kalipucang Wetan adalah bukti atas hasil dampingan beliau.
Berdasarkan data sensus Pemerintah Hindia Belanda menyebutkan bahwa Tahun 1858 di Pekalongan terdapat 1000an pembatik. Sedangkan di Batang tercatat ada 3500 pembatik.
“Artinya, komunitas pembatik terbanyak kala itu bukan Pekalongan tapi Batang. Seiring waktu itu dominasi itu bergeser, hingga batik di Pantura yang terkenal bukan Batang tapi Batik Pekalongan,” terang Sodikin, saat dihubungi melalui gawai, Rabu (7/6/2023).
Hal inilah yang memantik keprihatinan dan kepedulian Pak William Kwan, sebagai putra asli Batang saat melihat realitas ini.
Dengan tekad yang sangat kuat beliau mendedikasikan diri untuk membangkitkan kembali Batik Batang.
“Gagasan ini bukan tanpa alasan, tapi justru berawal dari paradigma dan filosofi yang sangat kuat. Batang adalah asal muasal Syailendra sebagai wangsa terbesar di Kedatuan Medang (Mataram Kuno), sesuai isi Prasasti Sojomerto,” ungkapnya.(eko/redaksi)