Batang, infojateng.id – Pers di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Dalam UU itu diatur bagaimana pers menjalankan fungsinya. Begitu pula wartawan saat menjalankan tugas-tugas jurnalistik.
Ahli Pers dari Dewan Pers Jayanto Arus Adi mengatakan, Undang-undang pers hadir tidak hanya melindungi media massa dan wartawan.
Hal tersebut dia sampaikan saat Konsolidasi Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) dan Sosialisasi Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 bersama Kepala Desa di Aula Bupati Batang, Kabupaten Batang, Selasa (3/7/2023).
“Undang-undang pers tersebut juga melindungi narasumber yang digali informasinya. Makanya, wartawan harus ada kode etik jurnalistik yang harus dipertanggungjawabkan,” kata Jayanto.
Jayanto menerangkan, bahwa tidak ada wartawan yang merangkap menjadi LSM, itu sudah pasti wartawan abal-abal yang hanya mempunyai kepentingan tertentu.
“Hari ini saya menerima keluh kesah seluruh kepala desa di Kabupaten Batang yang sering didatangi wartawan abal-abal,” ungkapnya.
Ditegaskan, lanjut dia, diatur dalam peraturan dewan pers, masyarakat bisa menolak diwawancarai oleh wartawan yang tidak mempunyai sertifikasi resmi dari dewan pers dan medianya tidak terverifikasi.
“Karena kalau wartawan resmi pasti mempunyai kode etik jurnalistik misalkan obrolan yang off the record yang harus dipatuhi,” jelasnya.
Tugas wartawan itu hanya menggali dan menyampaikan informasi kepada masyarakat berisi kepentingan publik.
Namun kenyataannya keluh kesah kepala desa di Kabupaten Batang. Wartawan abal-abal mendatangi narasumber dengan meminta data-data privasi desa seolah seperti aparat hukum yang sedang melakukan penyidikan.
“Wartawan tetaplah wartawan. Dia tidak punya hak seperti penyidik. Wartawan hanya menyampaikan informasi-informasi yang berguna contohnya program yang sudah dilakukan pemerintah apa saja. Bukan menakut-nakuti,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Sang Pamamong Batang Rozikin menyampaikan, rasa terimakasih kepada Ahli Pers yang sudah melakukan sosialisasi Undang-undang pers Nomor 40 Tahun 1999 sebagai pencerahan jika didatangi wartawan abal-abal.
“Bahkan kami diberitahu cara menolak dan membedakan wartawan resmi serta abal-abal yang sering datang. Hal ini sangat berguna sekali bagi pedoman cara menanggapinya harus bagaimana,” terang Rozikin.
Bukannya kepala desa di Kabupaten Batang anti dengan wartawan, tetapi kami ingin sinergi yang dapat memberikan informasi berkualitas untuk masyarakat.
Apalagi, tambahnya, perwakilan dewan pers sudah menitipkan kepada kami untuk saling bersinergi kepada JMSI Batang-Pekalongan sebagai kepanjangan tangan dari dewan pers dalam pendampingan tentang media massa dan wartawan.
“Semoga adanya sosialisasi Undang-undang pers menjadikan solusi menanggapi banyaknya wartawan abal-abal yang sekarang muncul,” pungkasnya. (eko/redaksi)