Kota Pekalongan, infojateng.id – Direktur PT Pisma Abadi Jaya (PAJ), Mohammad Khanif, terdakwa kasus pemalsuan merek sarung Gajah Duduk, divonis 1 tahun 6 bulan penjara dalam sidang dengan agenda pembacaan amar putusan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan, Jumat (7/7/2023).
Majelis Hakim menilai, terdakwa Mohammad Khanif dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dan melanggar Pasal 100 ayat 1 Primer UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merk dan Indikasi Geografis, dan subsider Pasal 100 ayat 2 dengan undang-undang yang sama.
Ketua Majelis Hakim Dr. Salman Alfarasi, saat membacakan amar putusan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mohammad Khanif, selama 18 bulan atau 1 tahun 6 bulan kurungan penjara, dan denda sebesar 1 miliar rupiah. Dan apabila denda tidak dibayarkan, maka diganti dengan pidana kurungan penjara selama tiga bulan.
Dalam amar putusannya, majelis hakim juga menolak untuk sepenuhnya pledoi yang sebelumnya diajukan oleh kuasa hukum terdakwa.
Vonis majelis hakim tersebut lebih ringan 6 bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pekalongan yang menuntut 2 tahun kurungan penjara.
Terhadap putusan dimaksud, majelis hakim mempersilakan tanggapan dari kuasa hukum terdakwa maupun JPU.
Kuasa hukum terdakwa Mohammad Khanif, Suryono Pane menyatakan akan mengajukan banding.
“Atas putusan majelis hakim yang mulia, kami akan ajukan banding,” kata Pane.
Pane juga mengaku tidak kaget atas putusan hakim. Menurutnya, informasi tersebut sudah didapat sejak sepekan lalu.
Diakuinya, PT. Pisma Abadi Jaya memang menggunakan merk yang dimiliki oleh PT. Gajah Duduk. Namun, itu dilakukan karena adanya transaksi pembelian merk sebesar 138 Milyar dan juga pembelian saham senilai 1 Milyar lebih.
Pane selaku kuasa hukum terdakwa menyayangkan, kenapa hal ini tidak menjadi pertimbangan majelis hakim.
Sementara, JPU Kejari Pekalongan, Maziyah menyatakan pikir-pikir.
“Kami pikir-pikir yang mulia,” tutur Maziyah.
Usai mendapat tanggapan dari keduanya, majelis hakim yang diketuai Dr Salman Alfarisi, Mukhtari dan Hilarius, masing-masing hakim anggota kemudian menutup sidang.
Dadang Risdiyanto dari kantor De Law Firm Sidoarjo, selaku kuasa hukum dari PT Gajah Duduk sebagai pelapor menyatakan, jika melihat fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan dalam perkara pidana dimaksud, menurutnya memang sudah sepatutnya pemilik sah merek dilindungi hak eksklusifnya dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Baik menggunakan maupun memperdagangkan merek pihak lain tersebut dengan melawan hukum.
Sehingga, kata dia, hukum harus ditegakan terhadap setiap warga negara, dan jika kembali mengacu fakta-fakta yang terungkap di persidangan maka putusan majelis hakim yang menghukum bersalah terhadap terdakwa Mohammad Khanif, sudah tepat dan benar.
“Yang terpenting, putusan tersebut telah memenuhi rasa keadilan, khususnya PT Gajah Duduk sebagai pemilik sah merek Gajah Duduk,” tegas Dadang.
Adanya putusan tersebut, dirinya berharap selanjutnya khususnya bagi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab baik memproduksi, mendistribusikan dan juga memperdagangkan sarung merek Gajah Duduk, yang bukan diproduksi oleh PT Gajah Duduk, agar segera menghentikan seluruh kegiatannya.
Itu karena hal tersebut selain sangat merugikan pihak PT Gajah Duduk, juga melanggar hukum yang berlaku.
Dalam sidang sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Mohammad Khanif, telah bersalah karena memalsukan merek Sarung Gajah Duduk.
Sebagaimana dalam dakwaan yakni Pasal 100 ayat (1) UU No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. JPU menilai bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana pemalsuan merek, sehingga korban yakni PT Gajah Duduk mengalami potensi kerugian hingga Rp 25 miliar.
“Menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun dikurangi masa tahanan selama terdakwa ditahan,” kata JPU Maziyah.
Sebelum membacakan tuntutannya, JPU menerangkan berbagai analisa yuridis. Termasuk menyampaikan tentang hasil pemeriksaan para saksi dan saksi ahli di persidangan.
JPU juga menyebutkan tentang hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.(eko/redaksi)