Sragen, Infojateng.id – Buntut dari belum adanya ketegasan dan keterbukaan dari pemerintah, lantaran terkuaknya kecurangan seleksi perangkat desa dengan LPPM UGM fiktif. Masyarakat pertanyakan SK Perangkat Desa produk LPPM fiktik yang sudah terlanjur jadi anggunan perbankan.
Hal ini muncul dan jadi perbincangan dikalangan masyarakat, seperti yang disampaikan salah satu tokoh masyarakat yang juga seorang pengacara, yakni Eko Prihyono yang menyampaikan penggunaan SK pegawai untuk menjadikan sebuah anggunan pinjaman dianggap hal yang lumrah.
“Sudah biasa dan tak asing di telinga masyarakat, ketika jadi pegawai terima SK terus jadi anggunan pinjaman. Dengan melihat kondisi saat ini, perangkat desa yang dinyatakan lulus dan dinyatakan cacat hukum. Pastinya harus diberhentikan dan harus mengembalikan kerugian negara, parahnya jika SK sudah jadi jaminan terus seperti apa jadinya,” ungkap Eko Prihyono.
Eko Prihyono yang sampai saat ini konsisten ikut mengawal kecurangan dalam seleksi perangkat desa yang melibatkan LPPM UGM fiktif. Ia mengaku bahwa dalam proses seleksi sudah catat hukum, sangat disayangkan apabila pemerintah Kabupaten Sragen tidak mengambil langkah tegas.
“Kalau kecurangan ini tidak ada ketegasan dari pihak terkait, tentunya ini jelas merugikan banyak pihak. Terlebih pemerintah, bukan hanya dirugikan saja, tapi juga dicidrai,” imbuhnya.
Sementara itu, menyikapi kemelut dan isu yang jadi perbincangan ditengah masyarakat mengenai SK perangkat desa produk LPPM fiktif yang dijadikan anggunan perbankan. Bank Djoko Tingkir yang disebut – sebut menjadi salah satu rujukan anggunan dengan jaminan SK perangkat desa.
Direktur Bank Djoko Tingkir, Titon Dramastyo tak menampik jika pernah mengelola anggaran dana desa (ADD), akan tetapi sejak tahun 2019 Bank Djoko Tingkir tak lagi mengelola anggaran dana desa.
“Memang betul, jika Bank Djoko Tingkir dulu mengelola DD dan add. Namun sejak tahun 2019 itu sudah beralih ke Bank Jateng,” papar Titon Dramastyo saat ditemui beberapa waktu yang lalu.
Disinggung mengenai penggunaan SK perangkat desa dalam penggunaan anggunan pinjaman, Titon menyampaikan sebanyak 856 SK perangkat desa berada di Bank Djoko Tingkir.
“Jadi saat ini kami hanya bisa melayani top up perangkat desa yang lama saja. kalau untuk perangkat desa yang baru kami sudah tidak bisa melayani, karena karena pencairanya sudah berada di Bank Jateng,” imbuhnya.
Terpisah, samapai berita ini diturunkan pihak Bank Jateng hingga saat ini belum bisa dimintai keterangan mengenai isu penggunaan SK perangkat desa untuk anggunan perbankan. (fid/redaksi)