SEMARANG – Tirakatan Akbar, yang berhasil menyelesaikan 28.215 kali khataman dengan 14.353 peserta pada 19 Mei 2020 lalu, mendapat apresiasi dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). Menurut MURI kegiatan yang diprakarsai Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Jami’iyyah Mudarosatil Qur’an lil Hafidzat (JMQH) Pusat tersebut patut diapresiasi karena belum pernah ada sebelumnya, dan menjadi bentuk perhatian keduanya dalam menghadapi covid secara spiritual.
Pendiri MURI, Jaya Suprana dalam kegiatan Penyerahan Rekor MURI Secara Virtual mengatakan, anugerah Rekor MURI diberikan tidak hanya karena jumlah peserta khataman yang diikuti dari seluruh Nusantara, tapi juga pesan yang disampaikan. Bahwa dalam situasi pandemi covid-19, upaya spiritual untuk memutus rantai penyebarannya juga perlu dilakukan.
“Khataman Qur’an dengan peserta belasan ribu orang dari seluruh nusantara ini sebelumnya belum pernah ada. Tidak hanya belum pernah di Indonesia, tapi juga di dunia. Maka ini harus menjadi contoh bagi yang lain,” katanya Jaya Suprana.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Tengah H Taj Yasin Maimoen mengucapkan terima kasih kepada MURI yang telah memberikan perhatian kepada Pemprov Jateng maupun JMQH, atas kegiatan yang diselenggarakan. Spiritnya untuk memanjatkan doa kepada Tuhan agar wabah covid 19 segera berlalu.
“Kita memang mendorong, mensupport agar ini bisa terlaksana dengan baik. Alhamdulillah tanggal 27 ramadhan kemarin kita melaksanakan khataman yang diselenggarakan lewat daring. Kami memantau yang menyimak, yang mengikuti itu banyak. Tidak hanya dari Indonesia tapi juga dari luar negeri banyak,” bebernya.
Wagub berharap, kegiatan khataman ini dapat menjadi inspirasi bagi banyak pihak, untuk cerdas menyikapi wabah covid-19 seperti yang dicontohkan dari sifat Rasullullah. Meski di masa pandemi, ternyata belajar mengajar, menghafal Al-Qur’an, dan bersilaturrahim masih bisa dilaksanakan.
“Penting bahwa apa yang diajarkan Rasulullah yang memiliki sifat fathonah atau cerdas dalam menyikapi hal apapun itu, bisa tercapai. Itu yang kita dorong. Artinya, pondok pesantren, yang banyak orang mengatakan, Pak kami kesulitan untuk melakukan pendidikan daring, ternyata bisa dilakukan,” pungkasnya. (IJD)