Semarang, infojateng.id – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah terus melakukan sejumlah upaya strategis untuk menekan inflasi, seiring naiknya harga beras.
Selain operasi pasar, ada Gerakan Pangan Murah, fasilitasi distribusi pangan, hingga bantuan pangan.
Tercatat, hingga Agustus 2023, inflasi tahunan Jateng berada pada urutan ketiga terendah se-Pulau Jawa.
Hal itu disampaikan Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana, seusai rapat koordinasi Pengendalian Inflasi, Senin (11/9/2023).
Meski inflasi di Jateng cukup rendah, dia tetap meminta agar kenaikan harga barang dan jasa ditekan, agar masyarakat tidak terbebani.
“Jateng sendiri, kami masih menempati urutan ketiga setelah DKI Jakarta dan Banten. Kita rerata di 3,29 persen (YoY),” tutur Nana.
Adapun, kata dia, inflasi tahunan di DKI Jakarta pada Agustus 2023 adalah 2,93 persen, Banten 2,96 persen, Jawa Tengah 3,29 persen, Jawa Barat 3,47 persen, DI Yogyakarta 4,08 persen dan Jawa Timur 4,13 persen.
Ia mengatakan, adanya peningkatan harga beras dan bawang putih. Oleh karena itu pihaknya menempuh sejumlah langkah. Di antaranya operasi pasar dan gerakan pangan murah (GPM).
“Langkah yang dilakukan akan melaksanakan pengecekan Satgas Pangan. Untuk mengecek stabilisasi harga pangan. Agar distributor dan pedagang tak seenaknya menaikkan harga di luar aturan yang ada. Sampai saat ini stok masih aman di Jateng,” ujarnya.
Hal tersebut diamini Pimpinan Wilayah Perum Bulog Kanwil Jawa Tengah Ahmad Kholisun. Hingga kini, cadangan pangan terutama beras di Jawa Tengah, mencapai 224.000 ton.
Sementara itu jumlah sediaan minyak goreng mencapai 124.529 liter, dan sediaan gula pasir sebanyak 443.730 kilogram.
“Stok (beras) di Bulog Kanwil Jawa Tengah sangat cukup,” jelasnya.
Kholisun menjelaskan, stok beras sejumlah 224.000 ton terdiri dari stok operasional dan persediaan dalam perjalanan (PDP).
Ia menjelaskan, bahwa stok tersebut akan digunakan untuk bantuan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP), cadangan bencana alam, dan cadangan stok akhir tahun.
Disebutkan, lanjutnya, untuk langkah stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP), hingga medio 2023 telah tersalurkan sebanyak 62.600 ton.
Selain itu, mulai September ini diberikan bantuan pangan kepada 3.574.712 Kepala Keluarga (KK) di Jateng, yang akan menerima bantuan pangan berupa beras.
Dari jumlah tersebut, yang akan dilayani Bulog Kanwil sejumlah 2.358.970 penerima manfaat, sementara sisanya akan dilayani Bulog Kanwil DI Yogyakarta.
Dia juag menyebut, bantuan pangan berupa beras itu untuk membantu masyarakat dan menekan inflasi.
“Penerima bantuan manfaat atau KK tersebut mendapatkan bantuan 10 kilogram, mulai hari ini disalurkan serentak. Tahap awal peluncuran bantuan pangan ini ada di Demak, Rembang, Sukoharjo, Klaten, Kota Tegal dan Batang. Bantuan ini akan berlangsung tiga bulan ke depan. Harapannya permintaan beras ke pasaran berkurang, sehingga harga turun dan menurunkan inflasi,” tuturnya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan (Dishanpan) Jawa Tengah Dyah Lukisari mengatakan, kenaikan harga beras disebabkan beberapa hal. Di antaranya produksi yang turun akibat kondisi kekeringan.
Oleh karena itu pihaknya melakukan beberapa langkah, di antarnya Gerakan Pangan Murah (GPM) dan fasilitasi distribusi pangan.
Tercatat, hingga Juli 2023, fasilitasi distribusi pangan telah mencapai 183.047 kilogram untuk komoditas beras, telur, cabai, dan bawang merah.
Melalui fasilitasi distribusi, pemerintah akan memberikan pembiayaan distribusi (transportasi, bongkar muat dan kemasan) kepada produsen (petani, peternak, gapoktan), yang menyalurkan ke pasar atau mitra.
“Kalau GPM kita jalan terus, besok ada di Dua Kelinci di Pati (sasarannya) untuk mereka buruh dan karyawan di tempat tersebut,” papar Dyah. (eko/redaksi)