Semarang,Infojateng.id – Sebanyak sembilan kabupaten/ kota di Jawa Tengah berstatus tanggap darurat bencana banjir. Oleh karenanya, seluruh warga diminta meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan.
Kesembilan daerah tersebut meliputi Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kendal, Kota Semarang, Demak, Kudus, Pati, Jepara, dan Grobogan.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan, cuaca ekstrem masih memungkinkan terjadi hingga 20 Maret 2024 mendatang.
Setelah itu, baru mengalami tren penurunan curah hujan. Adapun masa peralihan (pancaroba) baru pada April-Mei.
Penjabat Gubernur Jateng, Nana Sudjana mengatakan, Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah yang rawan bencana.
Nana memaparkan, sejak Januari hingga 14 Maret 2024, BPBD Jateng telah mencatat sebanyak 134 kejadian bencana, yang meliputi 61 angin kencang, 53 banjir, 18 tanah longsor, dan 2 kebakaran permukiman/gedung.
Atas rentetan bencana itu, telah menyebabkan sebanyak 226.601 orang terdampak, 36.086 orang mengungsi, dan 15 orang meninggal dunia.
“Termasuk kemarin banjir di Kabupaten Pekalongan yang menyebabkan dua orang meninggal,” kata Nana, seusai Rapat Koordinasi Kebencanaan Tingkat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2024, di Kantor Gubernur Jawa Tengah, Senin (18/3/2024).
Nana menambahkan, dalam kurun waktu satu minggu terakhir (8-14 Maret 2024), telah terjadi sebanyak 30 di kejadian bencana besar di beberapa wilayah Provinsi Jawa Tengah, yakni 14 kejadian banjir, dan 16 kejadian angin kencang yang tersebar di 20 kabupaten/ kota.
Dia menyebutkan, kejadian banjir yang menonjol meliputi Kota Semarang, Kabupaten Pekalongan, Demak, dan Grobogan.
Menurut Nana, adanya cuaca ekstrem akhir-akhir ini telah mengakibatkan meningkatnya kejadian bencana secara signifikan.
Dalam penanggulangan bencana, terangnya, Pemprov Jateng telah menerbitkan beberapa regulasi, memberikan dukungan logistik, dan peralatan penanggulangan bencana.
Selain itu, juga menggandeng stakeholder terkait untuk memberikan bantuan dalam bentuk dukungan personel, peralatan, maupun logistik.
“Menghadapi bencana, tentu kabupaten/ kota dan Provinsi Jawa Tengah tidak mampu bekerja sendiri, namun membutuhkan bantuan dari pusat,” jelasnya.
Bantuan dari BNPB, lanjut Nana, antara lain peningkatan alokasi anggaran, penguatan sumber daya, dukungan peralatan, penguatan infrastruktur, dan langkah-langkah pemulihan pascabencana.
Sementara, BMKG dapat membantu terkait rekayasa cuaca (TMC/teknologi modifikasi cuaca) agar curah hujan dapat dikendalikan, sehingga meminimalisasi risiko terjadinya bencana banjir dan tanah longsor.
Kemudian bupati/ wali kota juga diminta melakukan upaya-upaya pencegahan dan mitigasi bencana, penanganan darurat bencana, serta perencanaan rehabilitasi bencana.
“Kewaspadaan dan kesiapsiagaan harus ditingkatkan. Kami juga sudah menyiapkan untuk evakuasi, posko kesehatan kami standby terus, dan bantuan-bantuan kepada masyarakat. Tanggul-tanggul yang ada akan dievaluasi dan secara bertahap akan dilakukan perbaikan,” jelas Nana.
Sementra itu, Kepala BNPB Suharyanto mengatakan, sembilan daerah ditetapkan statusnya menjadi tanggap darurat.
Sesuai instruksi Presiden RI Joko Widodo, BNPB langsung memberikan bantuan dasar dari para penyintas bencana.
Bantuan yang diberikan meliputi peralatan penanggulangan bencana, dapur umum, maupun anggaran operasional untuk tanggap darurat.
Setelah itu, akan ada transisi tanggap darurat, di mana ada beberapa daerah yang harus merelokasi masyarakat terdampak.
“Setelah itu, ada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur, dan rumah warga yang rusak diperbaiki,” kata Suharyanto. (eko/redaksi)