JEPARA – Pandemi Covid-19 melanda hampir semua negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Kondisi ini berdampak pada hampir semua sendi kehidupan masyarakat.
Di tengah situasi sulit bagi pemerintah untuk bertahan, ada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang menghembuskan wacana hak angket. Kondisi ini disayangkan oleh pakar politik dari Pusat Studi Komunikasi Politik (Puskopol) Indonesia, Ozi Setiadi, MA. Pol.
Menurut Ozi, wacana hak angket di tengah pandemi seperti ini sangat memprihatinkan. Sebab, pandemi Covid-19, tidak hanya terjadi di satu atau dua daerah saja. Namun ini sudah menjadi bencana bagi dunia.
“Kalau ada yang menghembuskan wacana hak angket kaitannya dengan penanganan pencegahan Covid-19, sangat memprihatinkan. Wakil rakyat terlihat tidak produktif, hak angket justru memperlihatkan DPRD tidak pro rakyat, tapi pro kekuasaan,” ujar Doctor candt. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.
Lebih lanjut ia menerangkan, jangan sampai hak-hak yang dimiliki oleh legislatif salah penempatan. Menurut dia, hak angket yang dimiliki oleh DPRD diperlukan guna melakukan check and balances kepada pemerintah. Akan tetapi, hak angket harus memperhatikan berbagai hal, khususnya konteks, berupa waktu, tempat dan keadaan.
“Hak angket tidak boleh dilaksanakan dengan mangabaikan kehidupan sosial masyarakat. Pandemi Covid-19 menuntut berbagai pihak untuk bersinergi, bahu-membahu memerangi wabah yang belum ditemukan obatnya ini,” terangnya.
Penggunaan hak angket oleh dewan pada saat Pandemi Covid-19, kata Ozi, dapat memunculkan anggapan bahwa DPRD menjadikan wabah Covid-19 sebagai momentum untuk “menyerang” pemerintah, bukan untuk saling bekerjasama dalam penanganan wabah.
“Harus betul-betul dikaji dan difahami bahwa Covid-19 adalah bencana bagi kita semua. Jangan sampai DPRD justru terlihat mengambil kesempatan dalam kesusahan banyak orang. Ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh DPRD untuk terlibat secara langsung membantu penanganan wabah ini,” jelasnya.
Peneliti politik Internasional ini juga memaparkan, semula, implementasi hak angket diatur dalam UU RI No. 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angkat Dewan Perwakilan Rakyat yang kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 8/PUU-VIII/2010 karena merupakan produk UUDS 1950.
Selanjutnya, implementasi hak angket DPR mengacu pada UU RI No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang telah digantikan dengan UU RI No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana diubah dengan UU RI No. 42 Tahun 2014 (selanjutnya secara bersama-sama disebut sebagai “UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD / MD3”).
“Dalam undang-undang MD3 diatur tentang ketentuan mengenai penggunaan hak interpelasi, hak angket serta hak menyatakan pendapat yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja DPR dalam melaksanakan fungsi, wewenang, dan tugasnya, khususnya dalam bentuk pengawasan legislatif atas kebijakan eksekutif. Tapi jangan lupa, ada bentuk pengawasan lainnya seperti rapat kerja komisi antara DPR dan Pemerintah, dimana rapat komisi ini justru lebih detail dan lebih efektif dalam sinergitas menghadapi pandemi Covid-19” paparnya.
Ia menegaskan, dalam konteks pandemi Covid-19, belum perlu menggulirkan hak angket, karena sangat lemah dan cenderung sumir (tanpa pertimbangan matang, red). Saat ini virus asal Wuhan ini belum ditemukan obatnya dan masih menjadi pekerjaan rumah yang berat, bagi semua kepala daerah bahkan kepala negara di dunia.
Ia pun menyayangkan atas wacana hak angket yang muncul di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Menurut dia, DPRD Jepara semestinya fokus ikut membantu menangani pencegahan pandemi Covid-19. Ia pun berharap, pandemi ini tidak dijadikan “komoditas” politik.
“Sayogyanya, bersama-sama bahu membahu menangani masalah wabah ini. Paling tidak melakukan pencegahan, dan memberikan contoh yang baik kepada masyarakat, mematuhi protokol kesehatan, tidak melakukan kunjungan kerja ke kota yang lebih banyak kasus Covid-19, dll. Kemudian berkordinasi dan melakukan rapat komisi dengan SKPD/OPD terkait, agar lebih detail dan berdampak langsung bagi masyarakat,” imbuhnya. (IJH)