Jepara, Infojateng.id – Pasangan calon perseorangan yang ingin menjadi peserta pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) 2024 di Kabupaten Jepara, harus memenuhi syarat dukungan dari 68.625 pendukung.
Hal itu dikatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jepara Ris Andy Kusuma saat menggelar sosialisasi tahapan pencalonan perseorangan pasangan calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Jepara pada Pilkada 2024 di kantornya, Rabu (8/5/2024).
Dalam kegiatan itu, KPU Jepara mengundang pimpinan ormas, organisasi kepemudaan, mahasiswa, hingga unsur perguruan tinggi. Hadir juga Ketua Bawaslu Jepara Sujiantoko dan unsur stake holdres terkait.
“Persyaratan minimal jumlah dukungan pasangan calon perseorangan sejumlah 68.625 pendukung yang tersebar paling sedikit di sembilan kecamatan,” kata Ris Andy.
Adapunj syarat dukungan itu berdasar daftar pemilih tetap Pemilu 2024 sebanyak 914.996.
Dalam tahapan yang disosialisasikan, imbuh dia, KPU Kabupaten Jepara memberi batas peserta jalur perseorangan untuk melengkapi dan menyerahkan dokumen dukungan selama lima hari.
“Penyerahan dokumen mulai Rabu (8/5/2024) hingga Minggu (12/5/2024),” terangnya.
Dua narasumber yang dihadirkan dalam sosialisasi ini adalah mantan Ketua KPU Kabupaten Jepara Subcan Zuhrie dan Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Tengah tahun 2018—2023, Anik Sholihatun. Sosialisasi dipandu moderator jurnalis Pemkab Jepara Sulismanto.
Tampil sebagai pemateri pertama, Subchan Zuhrie menyebut calon perseorangan menjadi jalur alternatif menuju kursi kepala daerah.
“Soal ada atau tidaknya calon dari jalur ini, tapi undang-undang telah memberi hak politik yang sama kepada siapa pun untuk maju,” kata Subchan.
Sedangkan dari jalur parpol atau gabungan parpol, secara persentase, kontestasi bisa menghadirkan hingga lima pasangan calon.
Namun, kata dia, dengan komposisi jumlah kursi di DPRD Kabupaten Jepara, hitungan logisnya bisa empat pasangan calon dari jalur tersebut.
Sementara Anik Sholihatun menyampaikan materi Menakar Peluang Calon Independen dalam Pilkada Jepara 2024. Dalam kesempatan itu dia memberi catatan khusus.
“Jika problem pilkada kita adalah soal pragmatisme politik dalam milih pemimpin, dan karena calon independen adalah alternatif opsi,bukan solusi atas pragmatisme politik yang terjadi, maka komitmen dan konsistensi untuk berlaku bersih dari pragmatism politik tetap harus dikawal dan dijaga bersama,” tandas Anik. (eko/redaksi)