KUDUS – Lembaga Badan Hukum (LBH) Ansor Kabupaten Kudus bersama dengan Bappeda Jateng menggelar diseminasi perekayasaan inovasi dan teknologi dengan tema “peran pemuda dalam mengawal kebijakan pemerintah”.
Acara kemudian dilanjutkan dengan forum diskusi aktual yang bertajuk nasib buruh dalam pengaturan ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
Bertempat di SMK Assaidiyah2 Mejobo, Kudus, acara tersebut dihadiri oleh anggota komisi E DPRD Jateng Mawahib, Kabid inovasi dan teknologi Bappeda Jateng Agung Koenmarjono. Selain itu, turut hadir pula ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Kabupaten Kudus Andreas Hua, Wakil Ketua Apindo Kudus EM Nadjib Hassan, serta pegiat sosial-buruh Kabupaten Kudus Kholid mawardi.
Dalam kesempatan itu, Andreas Hua mengakui sejauh ini dirinya belum tuntas membaca keseluruhan isi dari UU Cipta Kerja. Bahkan, pada awal-awal disahkan, pihaknya sempat ikut termakan hoax pasal-pasal dalam UU yang pada kenyataannya hal tersebut tidak benar.
“Setelah kami diundang Pak Ganjar, ternyata apa yang kami pahami sebelumnya keliru. Informasi mengenai adanya penghapusan upah sesuai jam kerja, maupun isu lain yang merugikan pekerja ternyata tidak benar semua itu,” papar Andreas.
Sememtara itu, Pimpinan Kantor Advokasi Hukum Kudus, Yusuf Istanto mengatakan jika ada empat draf UU ini yang beredar di masyarakat. Yang pertama adalah draf dengan nama “RUU Cipta Kerja Kirim ke Presiden”.
Draf tersebut diketahui berisikan 1.035 halaman, sementara draf kedua, tertanggal 9 Oktober dengan total halaman 1.052 lembar.
“Kemudian draf yang ketiga, adalah undang-undang yang beredar dengan nama UU Cipta Kerja Paripurna dengan total halaman berjumlah 812 halaman. Serta terakhir, satu draf UU Cipta Kerja Paripurna yang memiliki jumlah halaman sebanyak 1.035,” imbuhnya.
Di sisi lain, Kholid Mawardi mengungkapkan jika RUU ini memang harus disosialisasikan. Sehingga masyarakat paham mana yang harus ditolak dan tidak boleh ditolak.
“Kalau ini pasalnya belum jelas. Yang kami takutkan ketika kami membahas ini nanti ada versi terbaru lagi, sehingga ini memang belum jelas, bisa dibilang undang-undang ghaib yang berubah-ubah,” terangnya.
Menutup statemennya, Kholid menegaskan hingga sekarang masih terus memantau dan terus mengevaluasi ke depanya seperti apa terkait Omnibus Law tersebut. Kendati demikian, pihaknya tetap mendesak agar dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan Omnibus Law.
“Harus dibuatkan perppu untuk membatalkan undang-undang ini. Karena judical review itu hal yang sangat percuma, karena nanti pasti akan muncul lagi dan seterusnya. Pengesahannya tergesa-gesa, drafnya tidak pernah disampaikan ke publik, ini tentu menimbulkan tanda tanya besar. Atas hal itulah kami menyatakan menolak dan siap untuk melakukan aksi lagi,” pungkasnya. (IJD)