Banyak Pohon Bambu, Lakukan Konservasi Lingkungan
KUDUS – Universitas Muria Kudus (UMK) melakukan penelitian terhadap potensi desa yang nantinya akan dimaksimalkan untuk kesejahteraan masyarakat, karena selama ini belum dimaksimalkan. Untuk pilot project dilakukan penelitian di Desa Jrahi, Kecamatan Gunung Wungkal, Kabupaten Pati, karena ada beberapa potensi yang dimiliki, paling unik adalah potensi bambunya.
Peneliti UMK Hendy Hendro Hady Srijono, M.Si mengatakan, penelitian yang dilakukan memang khusus desa yang memiliki potensi, namun belum dipotimalkan. Selain itu juga dipilih daerah yang lingkungannya butuh perbaikan. ”Kami fokuskan untuk menjadikan desa hayati,” katanya kemarin.
Desa hayati adalah model pengelolaan secara terpadu melalui program pengentasan kemiskinan, pemberdayaan mesyarakat, dan perbaikan lingkungan. Sehingga tidak hanya melakukan eksploitasi saja, melainkan ada konservasi lingkungannya juga.
Desa Jrahi dipilih karena masyarakatnya sudah sangat mendukung, mereka sudah sadar akan pentingnya lingkungan. Selain itu potensi bambu, alpukat dan lainnya juga masih terbuka lebar untuk dioptimalkan. Kunjungan yang dilakukan kemarin merupakan tahap awal, karena persiapan demplot atau lahan percontohan dulu.
Uniknya, di Desa Jrahi mulai melakukan penanaman bambu sejak 2012, tujuan awal untuk konservasi. Karena bambu memiliki fungsi untuk meminimalisir longsor, akhirnya dilakukan penanaman di daerah yang memang longsor dan juga sisi kanan kiri sungai yang ada di desa tersebut.
Namun ternyata, pertumbuhan bambu sangat cepat, karena memakai bibit petung kultur jaringan, bukan bambu jenis petung lokal. Akhirnya ssaat ini sudah dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi warga, namun masih berupa penjualan rebung atau tunas bambu yang dijual di pasar tradisional. ”Padahal bambu bisa dimanfaatkan yang lain,” terangnya.
Selain itu, ternyata manfaat dari penanaman bambu tersebut, mampu menjaga air sungai. Dulu sebelum ada bambu, saat musim kemarau seperti saat ini, air sungainya kering, namun kini masih ada air dan sangat jernih.
Saat dilihat dari akar bambu yang ada, ternyata tanahnya basah, bahkan ada yang jelas mengalirkan air. ”Ini menunjukkan dari sisi ekonomi ada, sisi koservasi alam berhasil,” jelasnya.
Sehingga pihaknya bersama instansi terkait lainnya ingin memaksimalkan potensi tersebut, karena bamboo bisa digunakan banyak hal, bahkan bisa dijadikan pengganti keramik untuk rumah. Ketika itu terjadi, tentunya butuh bahan baku banyak, sehingga dibutuhkan penanaman yang juga banyak, penyediaan bibit jelas dibutuhkan. Tujuannya agar pemanfaatan bambu dan penanaman bisa seimbang.
Sementara itu, Penyuluh Kehutanan Cabang Dinas Kehutanan Wilayah II Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yohan Surtiani, S.Hut. MT mengatakan, melihat potensi tersebut pihaknya memang ingin menajdikan Desa Jrahi sebagi desa bambu. Karena potensinya sangat besar, apalagi masyarakatnya juga sangat paham, baik potensi secara ekonominya maupun konservasi lingkungannya.
Untuk penelitian dari UMK, pihaknya sudah menyiapkan demplot atau lahan percontohan, demplot juga dipilih sesuai kebutuhan, yang jelas dekat dengan sumber air. ”Kami tentu menyambut baik penelitian dari UMK, karena untuk mengembangkan desa perlu keterlibatan banyak pihak,” jelasnya.
Potensi yang ada di Desa Jrahi cukup bagus, tak hanya bambu, ada juga alpukat hingga buah kakao sebagai bahan pembuat coklat. Untuk bambu memang tinggal pengolahannya, karena pembibitan dan tanaman bambu sudah ada, sementara pengolahan masih belum.
Saat ini mereka hanya menjual rebung dengan harga sekitar Rp 2.500 per satu rebung, sangat murah. Pihaknya memang sudah berencana mengundang ahli bambu agar bisa meningkatkan harga jual bambu dengan berbagai varian. Apalagi ketika bambu bisa dijadikan semacam papan, tentu harganya akan lebih mahal.
Sementara itu, Ketua Perkumpulan Tani Lestari Nglorah Sunarto mengatakan, kedatangan dosen UMK untuk melakukan penelitian di desanya disambut baik, karena memang diharapkan bisa memberikan wawasan baru, terutama dalam pengolahan bambu agar lebih bernilai.
Apalagi tujuh tahun setelah ditanam, bambu yang ada sangat melimpah, namun pemanfatannya masih sebatas rebung saja, memang rebungnya ada rasa manisnya. Untuk bambu kultur jaringan yang ditanam lebih kuat dibanding bambu petung lokal. ”Petung lokal memang lebih besar, namun kalau petung kultur jaringan saat saya buat kandang, tidak dimakan bubuk, jadi lebih kuat,” imbuhnya.
Untuk konservasi dengan bambu, memang menjadi hal penting baginya, karena manfaatnya sangat banyak. Apalagi ternyata mampu menyimpan air sehingga sungai tetap mengalir walaupun saat musim kemarau, udaranya juga lebih sejuk setelah dilakukan penanaman bambu.(redaksi)