PATI – Kesenian wayang klitik asal Desa Tanjungrejo, Kecamatan Margoyoso diyakini sebagai kesenian yang cukup tua. Berbeda dengan wayang klitik lain, di desa tersebut khas dengan pembawaan lakon “Among Tani”.
Supriyono dalang wayang Klitik asal Tanjungrejo, Kecamatan Margoyoso menyebut, meskipun di daerah lain juga terdapat wayang klitik, diperkirakan wayang klitik asal Pati ini cukup tua.
Pasalnya, dangkong atau tokoh yang disepuhkan dalam wayang klitik asal Desa Tanjungrejo ini diketahui bernama Jalodeh Prasonto atau bisa disebut pula Sabdo Palon Naya Genggong.
“Wayang klitik ini memang awalnya dibuat oleh Raden Pekik dari daerah Jawa Timur sendiri. Jadi diperkirakan sejak era Brawijaya. Sejak mbah-mbah dulu sudah ada wayang klitik ini,”terangnya.
Istilah wayang klitik sendiri diperkirakan lantaran suara “klithik-klithik” saat dimainkannya. Berbeda dengan wayang kulit, wayang klitik yang ada di Pati lebih mengangkat cerita among tani atau Joko Tani.
“Ceritanya dahulu di Negara Alang-alang Ombo dipimpin oleh Prabu Kolomurko dengan patihnya bernama Krokotlaut dan Garulangit. Rupanya saat mau menjajah tanah Jawa ada seorang putri cantik jelita bernama Dewi Sri,”ujarnya.
Dewi Sri sendiri merupakan putri dari ratu tanah Jawa yang bernama Prabu Pancawarna. Mereka memiliki patih bernama Sapi Geleng dan Kebo Geleng.
Hingga akhirnya Krokotlaut diutus oleh Prabu Kolomurko untuk melamar Dewi Sri. Namun lantaran tidak mau, akhirnya terjadilah perang antara Jawa dan Negara Alang-Alang Ombo itu.Rupanya saat itu Prabu Pancawarna hampir saja kalah. Dia pun membuat sayembara dimana yang bisa mengalahkan Prabu Kolomurko akan dinikahkan dengan Dewi Sri.
“Saat itulah ada pemuda dari desa yakni Raden Amongtani atau Jokotani yang mengikuti sayembara. Ajaibnya saat itu Raden Amongtani mampu mengusir prajurit dari Alang-alam ombo itu. Saat itu Amongtani memang mempunyai abdi kinasih yakni Jalodeh Prasonto atau Sabdo Palon Naya Genggong,”cerita pria yang karib disapa Mbah Yo ini.(IJB)