PATI – Bagi Desa Sukolilo, Kecamatan Sukolilo, tradisi Meron tak hanya sebatas peringatan Maulid saja. Namun sudah memiliki nilai sejarah yang begitu kuat. Hal itupulalah yang kemudian membuat warga tetap menggelar tradisi Meron di tahun ini meski penuh keterbatasan.
Kesederhanaan itu begitu terasa lantaran tak ada arak-arakan gunungan seperti tahun-tahun sebelumnya. Meski begitu semua perangkat desa tetap membuat gunungan yang terbuat dari rencek atau oncek.
Rencek itu sejenis karak atau nasi yang dikeringkan dan dibuat memanjang. Kekhasan dari gunungan saat Meron dipuncaknya juga ada symbol ayam jantan.
Padahal arak-arakan itu biasanya akan dijajarkan di jalan Pati – Sukolilo hingga menarik ratusan warga baik dari desa setempat maupun luar daerah. Gunungan itu kemudian jadi rebutan.
Namun di tahun ini, gunungan itu tak diarak hanya ditaruh di halaman masing-masing perangkat desa. Segala kegiatan yang mengundang keramaian pun tak lagi diadakan. Hanya doa bersama di Masjid Besar Sukolilo.
“Secara khusus kami berdoa agar pandemi Covid-19 ini bisa segera berakhir. Kami juga berdoa agar masyarakat bisa diberi keselamatan, kesehatan serta kemakmuran,”terang Plh Kepala Desa Sukolilo Harminto.
Dia juga mengatakan, kesederhanaan dalam pelaksanaan Meron itu dilakukan lantaran saat ini masih dalam situasi pandemi. Sebelum menyelenggarakan Meron sendiri pihaknya telah mengundang seluruh elemen seperti perangkat, BPD, takmir masjid, hingga yayasan untuk menggelar rapat bersama.
“Hasilnya kesemuanya telah bersepakat untuk tetap menggelar meski tak seramai tahun-tahun lalu dan dengan keterbatasan mematuhi protokol kesehatan,”terangnya.
Tetap digelarnya Meron lantaran tradisi itu telah diadakan secara turun temurun bahkan menjadi ikon Desa Sukolilo. Mereka berharap bisa tetap melestarikan kebudayaan dengan menjaga protokol kesehatan.
“Kami senantiasa mendoakan agar warga desa dapat diberi keselamatan dan kesejahteraan,”ujarnya.(IJB)