Jakarta, Infojateng.id – Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menegaskan bahwa seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi meskipun tidak ada bukti penerimaan dana langsung. Pernyataan ini menyoroti komitmen Kejaksaan Agung dalam memperketat penegakan hukum demi memberantas korupsi di Indonesia.
Menurut Abdul Qohar, status tersangka dapat dikenakan jika ada pelanggaran hukum yang berpotensi merugikan negara, bahkan tanpa bukti penerimaan aliran dana. “Jika terdapat perbuatan melanggar hukum yang merugikan negara, meskipun tanpa bukti penerimaan dana, kami bisa menetapkan status tersangka,” jelas Abdul Qohar.
Pernyataan ini muncul seiring meningkatnya kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat dan pihak swasta. Salah satunya adalah penyelidikan terkait izin impor gula kristal putih, yang seharusnya eksklusif untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi diduga diberikan kepada perusahaan swasta PT AP. Kasus ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp 400 miliar, dan Kejaksaan Agung menduga keterlibatan Tom Lembong, meski belum ditemukan bukti penerimaan aliran dana.
Kebijakan baru ini bertujuan untuk menutup berbagai celah hukum yang berpotensi dimanfaatkan dalam praktik korupsi. “Tidak semua tindak korupsi terkait aliran dana langsung. Yang utama adalah bukti pelanggaran aturan yang merugikan negara,” tambah Abdul Qohar.
Kejaksaan Agung menunjukkan komitmen penuh untuk mengusut kasus-kasus korupsi dengan pendekatan tegas, memastikan penegakan hukum berjalan transparan dan berintegritas di Indonesia. Penetapan tersangka tanpa bukti penerimaan dana langsung ini diharapkan dapat memperkuat upaya pemberantasan korupsi, terutama di sektor-sektor yang selama ini rawan penyalahgunaan wewenang. (one/redaksi)