Semarang, Infojateng.id – Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah mencatat tingkat inflasi Year on Year (YoY) pada Oktober 2024 mencapai 1,60 persen, dengan indeks harga konsumen 106,18.
Angka itu tercatat lebih rendah dari inflasi YoY Indonesia, sebesar 1,71 persen.
Sekretaris Daerah (Sekda) Jateng Sumarno mengatakan, angka inflasi tersebut masih cukup terkendali.
Meski secara bulanan atau Month to Month, inflasi pada Oktober sedikit terkerek dibanding September, yang tercatat 0,05 persen.
Dia optimistis, catatan tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap perekonomian warga.
Meski demikian, Pemprov Jateng tetap memperhatikan catatan tersebut, sebagai acuan untuk mengambil putusan.
“Kalau kita lihat secara YoY itu 1,6 persen. Justru di bawah ring yang kita tetapkan dalam perencanaan inflasi itu 2,5 plus minus satu. Menurut kami cukup terkendali,” ujar Sumarno, di Aula Kantor BPS Jateng, Jumat (1/11/2024).
Sumarno membeberkan, catatan BPS Jateng, setidaknya lima komponen yang turut andil mengerek inflasi (kenaikan harga).
Di antaranya perhiasan emas, beras, sigaret kretek mesin, kopi bubuk, dan bahan bakar rumah tangga.
Sementara itu, penyumbang deflasi di antaranya bensin, cabai merah, telepon seluler, cabai rawit, dan wortel.
“Kita, Jateng, yang menyebabkan itu makanan minuman, sigaret atau rokok. Mudah-mudahan ini secara dampak riil di lapangan, karena angkanya segitu tak begitu signifikan terhadap masyarakat,” tuturnya.
Kepalas BPS Jateng Endang Tri Wahyuningsih mengatakan, Jawa Tengah sempat mengalami deflasi empat bulan.
Namun demikian, pemerintah dalam hal ini Pemprov Jateng telah berusaha mengerem kenaikan harga barang.
“Pemicu inflasi adalah daging ayam ras, kemudian bahan bakar rumah tangga, emas perhiasan, bawang merah, dan kopi bubuk. Namun untuk bahan bakar rumah tangga (gas) sudah ada peraturan gubernur, untuk mengatur itu supaya harga terkendali,” pungkas Endang. (eko/redaksi)